Buddhisme di Mata Para Intelektual

Daftar Isi Agama Buddha di Mata Para Intelektual Dunia

Pengantar Penyusun
BAB 1 : SANG BUDDHA
BAB 2 : AGAMA BUDDHA
BAB 3 : MORALITAS
BAB 4 : TOLERANSI – KEDAMAIAN – CINTA KASIH
BAB 5 : KEDUDUKAN MANUSIA DALAM AGAMA BUDDHA
BAB 6 : JIWA / ROH
BAB 7 : AGAMA BUDDHA DAN ILMU PENGETAHUAN
BAB 8 : NIBBANA
BAB 9 : KEPERCAYAAN
BAB 10 : AGAMA BUDDHA DAN AGAMA – AGAMA LAINNYA
BAB 11 : DUNIA DAN ALAM SEMESTA

Pengantar Penyusun

Buddhisme merupakan sebuah agama besar yang menerangi umat manusia lebih dari dua puluh lima abad yang lalu dan membebaskannya dari segala perbudakan dan praktik – praktik ketakhyulan . Buddhisme adalah suatu agama yang bersifat ilmiah . Buddha Gotama dewasa ini dipuja oleh setiap orang yang berbudaya dan berintelek, tidak peduli agama apapun yang mereka anut, sementara penemu sebagian besar agama lainnya hanya dipuja oleh para pengikutnya saja. Bukan hanya mereka–mereka yang menganut agama–agama tertentu, akan tetapi para pemikir bebas pun memuja Yang Telah Mencapai Pencerahan Sempurna junjungan dunia ini. Dari kaca mata sejarah, tiada Guru lainnya yang pernah hidup di dunia ini yang telah memberikan begitu besar kebebasan religius dan juga hak menentukan keyakinan bagi umat manusia. Sebelum munculnya Sang Buddha, agama hanya dimiliki dan dimonopoli oleh suatu kelompok tertentu dari masyarakat. Sang Buddha adalah Guru dalam sejarah yang membuka pintu gerbang agama bagi setiap orang di masyarakat dengan tanpa membeda-bedakan atau diskriminasi. Sang Buddha telah menasihati siswa–siswa-Nya untuk melatih dan mengembangkan kekuatan laten manusia serta menunjukan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan kekuatan–kekuatan dan kecerdasannya tanpa harus menjadi budak / hamba dari suatu mahluk yang tak dikenal, untuk mendapatkan suatu kebahagiaan abadi yang Beliau umumkan kepada dunia melalui pengalaman-Nya sendiri dan bukan melalui teori-teori, kepercayaan – kepercayaan maupun praktik–praktik tradisional. Ajaran-Nya adalah sedemikian rupa sehingga siapa saja dapat mempraktikannya tanpa menyandang merek agama tertentu. Untuk menyusun buku ini, saya telah menyeleksi berbagai pernyataan yang dibuat oleh para filsuf, sarjana, sejarawan, ilmuwan, penulis, pemuka agama, reformis sosial dan politisi yang terkenal bagi dunia modern ini sebagai orang – orang yang sangat intelek. Di antara mereka banyak terdapat orang – orang non-Buddhis serta para pemikir bebas. Menurut mereka, Buddhisme adalah agama yang paling praktis dan rasional yang akan menarik perhatian ilmu pengetahuan dan yang sungguh – sungguh dapat merupakan suatu pelajaran yang lebih baik bagi manusia jika para penganutnya mempraktikkan agama dengan semestinya. Oleh karena itu, adalah suatu kegembiraan yang besar bagi saya dapat mempersembahkan kutipan – kutipan berharga yang disarikan dari berbagai buku dan artikel. Apapun pendapat mereka yang telah menempatkan Buddhisme pada tempat teratas di bidang agama, penyusun buku ini tidak bermaksud untuk mengecilkan arti kepercayaan agama lainnya, karena ide penerbitan ini tidaklah untuk menunjukkan superioritas agama Buddha terhadap agama – agama lainnya, tapi sebaliknya untuk menggambarkan pandangan–pandangan dengan tanpa memihak yang dikemukakan oleh berbagai kalangan intelektual. Seluruh judul dari pernyataan – pernyataan di dalam buku ini adalah diberikan oleh penyusun.

Penyusun :

K. Sri Dhammananda
25-11-1992 ( B.E.2536 )

BAB 1
Sang Buddha

Kebesaran Sang Buddha
Saya tidak dapat merasakan sendiri, baik dalam hal kebijaksanaan maupun dalam hal kebajikan, Kristus berdiri sama tinggi dengan sejumlah orang lainnya yang dikenal sejarah – saya pikir saya semestinya menempatkan Sang Buddha di atas Kristus dalam kedua hal tersebut.
–(Bertrand Russell, “Why I am not a Christian”)

Perwujudan Kebajikan
Sang Buddha merupakan perwujudan dari seluruh kebajikan yang telah Beliau babarkan. Selama 45 tahun pembabaran Dhamma-Nya yang sukses dan diwarnai berbagai peristiwa, Beliau menerjemahkan semua kata–kata-Nya ke dalam tindakan nyata; dan tiada celah sedikit pun yang disediakan bagi munculnya bebagai nafsu keinginan rendah. Aturan kemoralan dari Sang Buddha adalah yang paling sempurna yang pernah dikenal oleh dunia.
–(Prof. Max Muller, sarjana Jerman)

Bunga Pohon Kemanusiaan
Inilah sang bunga yang tumbuh pada pohon kemanusiaan kita, Yang bermekaran beribu–ribu tahun, dan merekahnya, memenuhi dunia dengan harumnya kebijaksanaan dan tetesan madu cinta kasih.
–(Sir Edwin Arnold, “Light Of Asia”)

Sang Buddha Lebih Bersesuaian Dengan Kita
Anda melihat dengan jelas seorang manusia, sederhana, penuh bakti, menyendiri, berjuang untuk mencapai pencerahan, suatu pribadi manusia yang begitu hidup, bukan suatu mitos. Di dalam aneka ragam kisah yang menakjubkan, saya merasa bahwa disana juga terdapat seorang manusia. Beliau juga, menyampaikan suatu pesan yang bersifat universal dalam karakter kepada umat manusia. Banyak ide modern terbaik kita yang sangat bersesuaian dengan pesannya itu. Ia mengajarkan bahwa semua kesengsaraan dan ketidakpuasan hidup adalah disebabkan oleh sifat mementingkan diri sendiri. Sifat ini mempunyai tiga bentuk –pertama, keinginan untuk memuaskan kelima indera; kedua, keinginan untuk hidup selamanya; dan ketiga, keinginan untuk memperoleh kemakmuran dan kenikmatan duniawi. Sebelum seseorang dapat menjadi tenang dan damai, ia harus menghentikan hidup demi memuaskan indera – inderanya atau dirinya sendiri. Setelah itu ia lebur menjadi suatu mahluk agung. Sang Buddha lima ratus tahun sebelum Kristus lahir, dengan bahasa yang berbeda mengajarkan bersesuaian dengan kita dan kebutuhan – kebutuhan kita. Sang Buddha lebih nyata dan mudah dipahami daripada Kristus, perihal dengan pentingnya diri kita dalam pelayanan, serta perihal mengurangi keraguan atas pertanyaan tentang pribadi yang kekal / roh abadi.
–(HG. Wells)

Manusia Termulia
Bila anda ingin menjumpai seorang manusia yang paling mulia, tengoklah seorang raja dalam pakaian pengemis; Dialah orang yang paling suci di antara manusia.
–(Abdul Atahiya, Seorang Penyair Muslim)

Metode Sang Buddha
Jika suatu pertanyaan harus dipertimbangkan, ia harus dipertimbangkan dengan tenang dan demokratis seperti cara yang diajarkan oleh Sang Buddha.
–(Nehru)

Orang gila dan Orang Waras
Perbedaan antara seorang Buddha dengan seorang biasa ialah seperti perbedaan antara orang waras dengan orang gila.
–(Seorang penulis)

Pujian Bagi Sang Buddha
Sang Buddha dengan mudah dipilih sebagai satu – satunya orang yang dikenal oleh manusia yang menerima pujian dari begitu banyak umat manusia.
–(Prof. Saunders, Literary secretary YMCA, India, Myanmar, Ceylon)

Pesan Sang Buddha
Sang Buddha merupakan sesuatu yang lebih hebat / besar daripada segala doktrin maupun dogma, dan pesan abadiNya telah menggetarkan umat manusia sepanjang masa. Barangkali pesanNya tentang perdamaian lebih dibutuhkan bagi umat manusia yang sengsara dan kacau sekarang ini, daripada pada masa sejarah yang lampau.
–(Nehru)

Sangkalan dari Sang Buddha
Jika misalnya kita bertanya, apakah posisi elektron itu tetap sama, kita harus mengatakan ‘tidak’; bila kita bertanya apakah posisi elektron itu berubah bersama waktu, kita harus mengatakan ‘tidak’; jika kita bertanya apakah ia dalam keadaan bergerak, kita harus mengatakan “tidak”. Sang Buddha telah memberikan jawaban yang serupa ketika ditanya tentang keadaan diri seseorang setelah ia mati; akan tetapi jawaban tersebut tidak lazim bagi tradisi sains abad ketujuh belas dan kedelapan belas.
–(J.Robert Oppenheimer)

Kita Terkesan oleh Semangat RasionalitasNya
Ketika kita membaca khotbah – khotbahNya, kita terkesan oleh semangat rasionalitasNya. Jalan etika Sang Buddha yang pertama ialah pandangan / pengertian benar, suatu pandangan yang rasional. Beliau berusaha menyingkirkan segala perangkap yang merintangi pandangan / penglihatan manusia terhadap dirinya serta nasibnya.
–(Dr. S. Radhakrishnan, “Gautama The Buddha”)

Kepala Dingin dan Hati Penuh Kasih
Hal yang paling menarik perhatian dari Sang Buddha adalah perpaduan yang unik dari suatu kepala dingin yang ilmiah dan suatu hati yang hangat penuh cinta kasih dan rasa simpati yang dalam. Dunia dewasa ini semakin dan semakin berpaling kepada Sang Buddha karena Beliau sendiri menggambarkan suara hati dari umat manusia.
–(Moni Bagghee, “Our Buddha”)

Jenius Filosofis
Sang Buddha adalah seorang pelopor yang mencintai umat manusia, dan suatu kejeniusan filosofis mengalir ke dalam suatu kepribadian yang penuh semangat dan bercahaya. Ia memiliki sesuatu untuk disampaikan yaitu bahwa tiada pria atau wanita, setelah 2500 tahun hilir mudik bersibuk diri dan berceloteh tentang sumber pengetahuan, dapat menghalau kebodohan. Yang lebih besar dari kebijaksanaanNya, barangkali, adalah keteladanan yang dilakoniNya.
–(Moni Bagghee, “Our Buddha”)

Ia tidak berbicara tentang “dosa”
Ketenangan batin dan cinta kepada semua makhluk sangat ditekankan oleh Sang Buddha. Ia tidak berbicara tentang “dosa”, tapi hanyalah tentang ketidaktahuan dan kebodohan yang dapat dilenyapkan dengan pencerahan dan simpati.
–(Dr. S. Radhakrishnan, “Gautama The Buddha”)

Sang Buddha Laksana seorang Dokter
Sang Buddha adalah mirip seorang dokter. Sama halnya seperti seorang dokter yang harus mengetahui diagnosa dari berbagai jenis penyakit, sebab – sebabnya, obatnya dan penyembuhannya, serta harus mampu mengaplikasikannya; demikian pula halnya Sang Buddha telah mengajarkan Empat Kesunyataan Mulia yang menunjukkan derita, sumbernya, akhir derita, serta jalan menuju akhir derita.
–(Dr. Edward Conze, “Buddhism”)

Sang Buddha untuk Semua Umat manusia
Sang Buddha bukanlah merupakan milik umat Buddha saja. Beliau adalah milik semua umat manusia. AjaranNya adalah umum untuk setiap orang. Setiap agama yang muncul sesudah masa Sang Buddha, telah meminjam banyak ide – ide bijak dari Beliau.
–(Seorang Sarjana Muslim)

Seorang Ayah yang Bijak
Sang Buddha adalah seseorang yang melihat anak – anaknya sedang bermain – main menikmati api kesenangan duniawi, dan menggunakan berbagai cara yang bijaksana untuk membawa mereka ke luar dari rumah yang sedang terbakar ini serta menuntun mereka ke tempat yang aman, Nibbana.
–(Prof. Lakshimi Narasu, “The Essense of Buddhism”)

Buddha adalah Sang Jalan
Saya semakin dan semakin merasakan bahwa Sakyamuni adalah yang paling serasi, baik dalam karakter maupun pengaruh dalam diriNya, Ia yang merupakan Sang Jalan, Sang Kebenaran, dan Sang Kehidupan.
–(Bishop Milman)

Sang Mentari yang Cemerlang
Di dunia yang penuh badai dan pertengkaran, kebencian dan kekerasan, pesan Sang Buddha bersinar laksana sang mentari nan cemerlang. Barangkali pesan tersebut tak pernah lebih dibutuhkan daripada di dunia zaman bom Atom dan Hidrogen ini. Dua ribu lima ratus tahun adalah semata – mata telah menambah vitalitas dan kebenaran dari pesan tersebut. Marilah kita mengingat pesan abadi itu dan mencoba membentuk pikiran – pikiran dan perbuatan – perbuatan kita di dalam terangnya ajaran tersebut. Kita bahkan mungkin dapat menghadapi dengan batin yang penuh keseimbangan, teror – teror dari zaman bom Atom ini dan menolong beberapa orang dalam mengembangkan pikiran benar dan perbuatan benar.
–(Nehru)

Manusia Terbesar Yang Pernah Lahir
Inilah suatu ajaran yang dapat kita ikuti dengan penuh keyakinan. Dalam dunia aneka ragam agama, pemujaan – pemujaan serta kepercayaan – kepercayaan, di manakah dapat kita temukan seorang guru yang demikian sempurna? Di antara taburan bintang – bintang, Beliau adalah sebuah raksasa dari rangkaian yang terbesar. Tidak begitu mengherankan bahwasanya para ilmuwan, filsuf, dan para sastrawan telah memproklamasikannya sebagai “manusia terbesar yang pernah lahir”. Cahaya dari guru besar ini menembus dunia yang penuh derita dan kegelapan, laksana cahaya mercusuar yang menuntun dan menerangi umat manusia.
–(Seorang Penulis Eropa)

Kembali ke Atas

BAB 2
Buddhisme

Ajaran Dasar dari Sang Buddha
Kelembutan, ketenangan, belas kasih, dengan pembebasan dari kemelekatan dan keakuan –inilah ajaran dasar dari agama besar dari Timur, Buddhisme.
–(E.A. Burtt, “The Compassionate Buddha”)

Jembatan yang Kokoh
Buddha Dharma laksana sebuah jembatan yang dibangun kokoh dari baja fleksibel, ia hanya sedikit memberi pengaruh terhadap angin dan air, ia menyesuaikan diri terhadap keadaan – keadaan yang berubah, tapi pada saat yang sama ia memiliki pondasi – pondasi yang aman dan menawarkan suatu jalan aman menuju ke Alam Tanpa – Kematian, ke Nibbana.
–(Phra Khantipalo, “Tolerance”)

Membangunkan Nurani Manusia
Memang dunia Timur yang misterius, ibu yang subur dari agama – agama, telah memberikan kita melalui Buddhisme suatu penyingkapan (dari rahasia semesta) yang sejati, karena ia memberitahukan kita tentang keindahan dan kesucian moral, yang terbaring jauh di dalam sifat manusia yang tidak memerlukan makhluk (dewa) lainnya selain yang ada dalam nurani manusia untuk membangunkannya menuju kemulia-an hidup.
–(Charles T. Gorham)

Tidak Ada yang Melebihi Agama Buddha
Sebagai umat Buddha atau bukan umat Buddha, saya telah memeriksa setiap sistem agama – agama besar di dunia ini, dan tidak ada sesuatu pun di dalam agama – agama itu saya temukan yang melebihi, keindahan dan kesempurnaan dari Jalan Mulia Berunsur Delapan serta Empat Kesunyataan Mulia dari Sang Buddha. Saya merasa puas menyesuaikan kehidupan saya menurut jalan tersebut.
–(Prof. Rhys Davids)

Buddhisme Tidak Menuntun kita ke Surga Orang Dungu
Buddhisme adalah agama yang realistis, karena ia menganut suatu pandangan yang realistis tentang kehidupan dan dunia ini. Ia tidak secara salah menarik kita untuk hidup ke dalam surga seorang dungu, pun ia tidak menakut – nakuti dan menyiksa kita dengan segala macam rasa takut dan rasa dosa yang khayal. Ia secara tepat dan obyektif menyatakan siapa / apa sesungguhnya diri kita dan dunia di sekeliling kita, serta menunjukkan kita jalan menuju kebebasan, kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan yang sempurna.
–(Ven. Dr. W. Rahula)

Misi Sang Buddha
Misi Sang Buddha benar–benar unik dalam sifatnya, karena itu ia berdiri jauh terpisah dari banyak agama – agama lainnya di dunia. Misinya adalah untuk menggiring burung – burung idealisme yang sedang terbang melayang di angkasa untuk lebih mendekat ke bumi karena makanan bagi tubuh – tubuh mereka adalah milik sang bumi.
–(Hazrat Inayat Khan, “The Sufi Message”)

Suatu Agama Kosmis
Agama masa depan akan merupakan suatu agama kosmis. Ia harus melampaui suatu ‘Tuhan yang berpribadi’ dan menghindari dogma – dogma dan teologi. Meliputi baik hal yang bersifat natural maupun spiritual, ia harus berdasarkan pada pengertian religius yang timbul dari pengalaman berbagai hal, yang natural dan spiritual, sebagai suatu kesatuan yang berarti. Buddhisme memenuhi penjabaran ini.
–(Albert Einstein)

Agama Buddha Tetap Tidak Akan Terpengaruh
Dokrin Buddha Dhamma yang ada dewasa ini tidak terpengaruh oleh perjalanan waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan, dan masih tetap seperti ketika petama kali Ia ucapkan. Tidak peduli seberapa jauh pengetahuan ilmiah dapat memperluas cakrawala mental seseorang, di dalam kerangka kerja Dhamma terdapatlah ruang untuk penerimaan dan asimilasi terhadap penemuan yang lebih jauh / baru. Ia tidak bergantung kepada konsep – konsep terbatas dari pikiran – pikiran yang primitif / kuno juga tidak pada kekuatan pikiran yang negatif.
–(Francis story, “Buddhisme as World Religion”)

Agama yang Gembira / Ceria
Buddhisme sama sekali bertentangan dengan sikap mental yang murung, sendu, penuh penyesalan, dan pesimis, yang dipandang sebagai perintang menuju perealisasian Kebenaran. Sebaliknya, menarik sekali untuk diingat di sini bahwa kegembiraan merupakan salah satu dari tujuh “Faktor Pencerahan”, kualitas penting yang harus dikembangkan untuk perealisasian Nibbana.
–(Ven. Dr. W. Rahula, “What the Buddha Taught”)

Tantangan bagi Agama – agama Lainnya
Memang benar bahwa Buddhisme seperti yang kita temukan benar – benar tercatat, bukanlah merupakan suatu sistem hipotesis kuno, yang masih tetap merupakan tantangan bagi agama – agama lainnya.
–(Bishop Gore, “Buddha and the Christ”)

Tidak ada Asumsi dalam Agama Buddha
Adalah suatu kemuliaan dari Buddhisme bahwasanya ia menjadikan pencerahan intelektual sebagai syarat utama dari keselamatan. Dalam Buddhisme, moralitas dan pencerahan intelektual adalah tak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Moralitas adalah membentuk dasar bagi kehidupan yang lebih tinggi, sedangkan pengetahuan dan kebijaksanaan melengkapinya. Tanpa pemahaman yang sempurna terhadap hukum sebab akibat dan penjelmaan (pratityasamutpada), tak seorang pun dapat dikatakan sungguh – sungguh bermoral bila ia tidak memiliki pemahaman / pengertian dan pengetahuan yang semestinya. Dalam hal ini Buddhisme berbeda dengan semua agama lainnya. Semua agama monoteistik diawali dengan asumsi – asumsi tertentu, dan bilamana asumsi – asumsi ini bertentangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ia menambah kesengsaraan. Akan tetapi Buddhisme tidak diawali oleh asumsi – asumsi. Ia berdiri di atas batu karang yang tegar dari fakta – fakta, dan karena itu tidak pernah menghindari cahaya kering dari pengetahuan.
–(Prof. Lakhsmi Narasu, “The Essence of Buddhism”)

Buddha Melihat Lebih Dalam daripada Kaum Idealis Modern
Gautama menghalau kegelapan dari bayang – bayang suatu eksistensi yang kekal dengan suatu penjelajahan metafisik yang sangat menarik perhatian para siswa filsafat, yang melihat bahwa hal itu melengkapi separuh argumen yang kurang dari Bishop Berkey, seorang idealis terkenal. Hal ini merupakan suatu indikasi yang mencengangkan dari perenungan yang amat halus dari orang India bahwasanya Gautama telah melihat lebih dalam daripada kaum idealis modern terbesar. Kecenderungan dari pencerahan pikiran sekarang ini di seluruh dunia bukanlah pencerahan terhadap teologi, tetapi terhadap filsafat dan psikologi. Gonggongan dari dualisme teologis sedang menyimpang menuju bahaya. Prinsip – prinsip fundamental tentang evolusi dan monisme mulai dapat diterima oleh para pemikir.
–(Prof. Huxley, “Evolution And Ethics”)

Revolusi Religius
Dua puluh lima abad yang lalu India menyaksikan suatu revolusi intelektual dan religius yang berpuncak pada runtuhnya monoteisme, keegoisan yang berkenaan dengan kependetaan, serta pendirian suatu agama sintetis, dengan suatu sistem pencerahan dan pandangan yang dengan tepatnya disebut Dhamma, Agama Filosofis.
–(Anagarika Dharmapala, “The World’s Debt to Buddha”)

Suatu Rencana untuk Menjalani Hidup
Buddhisme merupakan sebuah rencana untuk menjalani hidup dalam jalan sedemikian rupa untuk memperoleh manfaat / keuntungan yang setinggi – tingginya dari kehidupan. Ia merupakan suatu agama kebijaksanaan dimana pengetahuan dan kecerdasan lebih berperan. Sang Buddha berkhotbah bukan untuk mendapatkan pengikut – pengikut baru, tapi untuk menerangi para pendengarnya.
–(Seorang Penulis Baru)

Datang dan Buktikan
Buddhisme adalah selalu merupakan pertanyaan tentang pengetahuan dan pembuktian; bukan tentang kepercayaan. Ajaran Sang Buddha memenuhi syarat sebagai Ehi-Passiko, mengundang anda untuk datang dan membuktikan, bukannya datang dan percaya.
–(Ven. Dr. W. Rahula, “What the Buddha Taught”)

Agama bagi Manusia
Buddhisme akan tetap bertahan sepanjang sang mentari dan sang rembulan masih ada dan bangsa manusia masih ada di Bumi ini, karena ia adalah agama bagi manusia, bagi umat manusia sebagai suatu keseluruhan.
–(Bandaranaike, Mantan P.M. Srilanka)

Umat Buddha bukanlah Budak Siapa – siapa
Seorang umat Buddha bukanlah merupakan budak dari sebuah buku ataupun dari seseorang. Tapi juga bukan dengan mengorbankan kebebasannya dalam berpikir hanya karena ia menjadi seorang pengikut Sang Buddha. Ia dapat melatih keinginannya yang bebas dan mengembangkan pengetahuannya bahkan hingga dirinya sendiri mencapai tingkat kebuddhaan, karena semua orang memiliki benih – benih kebuddhaan.
–(Ven. Narada Maha Thera, ‘What is Buddhism’)

Hidup dengan Prinsip
Buddhisme mengajarkan suatu kehidupan bukan dengan perintah, tetapi dengan prinsip, suatu kehidupan yang indah; dan sebagai konsekuensinya, ia merupakan suatu agama yang penuh toleransi. Ia adalah sistem yang paling penuh toleransi di kolong langit ini.
–(Rev. Joseph Wain)

Buddhisme akan Tetap Bertahan
Buddhisme akan tetap bertahan seperti apa adanya meskipun bila seandainya dibuktikan kalau Sang Buddha itu tidak pernah hidup.
–(Christmas Humphreys, “Buddhism”)

Problem Modern
Membaca mengenai Buddhisme adalah untuk menyadari bahwa umat Buddha itu mengetahui — pada dua ribu lima ratus tahun yang lalu –, jauh lebih banyak tentang problem – problem psikologi modern daripada setelah mereka diakui. Mereka mempelajari masalah – masalah ini jauh di waktu yang lampau dan mereka telah menemukan pula jawaban – jawabannya.
–(Dr. Graham Howe)

Latihan Pikiran
Dewasa ini kita mendengar banyak sekali tentang kekuatan pikiran, tapi Buddhisme adalah suatu sistem latihan pikiran yang paling lengkap dan efektif yang tersedia hingga kini bagi dunia ini.
–(Dudley Wright)

Bangsa Baru
Sang Buddha menciptakan suatu bangsa manusia baru, suatu bangsa dari para pahlawan moral, suatu bangsa dari para pekerja – keselamatan, suatu bangsa dari para Buddha.
–(Manmatha Nath Sastri)

Pembabar (misionaris) yang Pertama
Buddhisme adalah agama misionaris yang pertama dalam sejarah kemanusiaan dengan suatu pesan keselamatan yang universal bagi semua umat manusia. Sang Buddha setelah mencapai Pencerah-an / Penerangan Sempurna, mengutus enam puluh satu siswaNya ke berbagai arah yang berlainan dan meminta mereka untuk membabarkan Dhamma demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia.
–(Dr. K .N. Jayatilleke, “Buddhism and Peace”)

Tiada Paksaan bagi Umat Baru
Bagaimanapun juga, tidak pernah cara Buddhis itu untuk menarik masuk pengikut baru dalam artian memaksakan ide – ide dan keyakinannya terhadap para pendengar yang enggan, sedikit ataupun banyak dengan menggunakan berbagai tekanan atau berbagai bujukan, penipuan, penyesatan, untuk mendapatkan pengikut terhadap pandangan seseorang. Para misionaris Buddhis tidak pernah berlomba untuk mendapatkan pengikut baru.
–(Dr. G. P. Malalasekara)

Fakta Realitas yang Terakhir
Di sini adalah perlu untuk diberikan perhatian kepada sifat unik lainnya dari Buddhisme, yakni bahwa ia adalah satu – satunya agama dari seorang guru agama, yang merupakan hasil dari filosofi yang konsisten, yang dengan tegas memberitahukan kita mengenai fakta kehidupan dan realitas yang terakhir. Buddhisme adalah suatu pedoman hidup yang dihasilkan dari penerimaan terhadap pandangan tentang kehidupan, yang dikatakan sebagai kenyataan yang sesungguhnya. Filsafatnya bukanlah tanpa memperhitungkan sifat alamiah dari pengetahuan.
–(Dr. K. N. Jayatilleke,”Buddhism and Peace”)

Tiada Fanatisme
Dalam Buddhisme sendiri dapat diyakini bahwa ia bebas dari segala fanatisme. Tujuan Buddhisme adalah untuk menghasilkan suatu perubahan internal / di dalam diri setiap orang yang menyeluruh dengan suatu penaklukan diri, karena itu bagaimana mungkin ia menggunakan kekuasaan atau uang atau bahkan bujukan untuk suatu pencarian penganut baru yang efektif? Sang Buddha telah menunjukan jalan menuju keselamatan, dan jalan tersebut diserahkan kepada tiap- tiap individu untuk menentukan apakah mereka sendiri akan mengikuti jalan tersebut atau tidak.
–(Prof. Lakshmi Narasu, “The Essence of Buddhism”)

Buddhisme dan Kepercayaan Lainnya
Buddhisme bagaikan telapak tangan, sedangkan agama – agama lainnya sebagai jemarinya.
–(The great Khan Mongka)

Buddhisme Bukanlah suatu Agama yang Melankolik
Sebagian orang berpikir bahwa Buddhisme adalah suatu agama yang suram dan melankolik / sendu. Ia tidaklah demikian; ia akan membuat penganut – prnganutnya menjadi cerah dan gembira. Apabila kita membaca kisah – kisah kelahiran Bodhisatva, Buddha yang akan datang, kita mempelajari bagaimana Beliau mengembangkan kesempurnaan kesabaran dan pengendalian diri. Hal ini akan membantu kita untuk menjadi gembira meskipun kita sedang berada di tengah – tengah kesulitan – kesulitan besar, dengan merasa senang terhadap kesejahteraan orang lain.
–(Ven. Gnanatiloka, seorang Sarjana Buddhis berkebangsaan Jerman)

Buddhisme dan Kesejahteraan Sosial
Mereka yang berpikir bahwa Buddhisme hanya tertarik pada kesempurnaan – kesempurnaan yang mulia, moralitas yang tinggi, pemikiran yang filosofis, dan mengabaikan berbagai kesejahteraan sosial dan ekonomi manusia, itu adalah keliru. Sang Buddha menaruh perhatian pada kebahagiaan manusia. BagiNya kebahagiaan tidaklah mungkin tanpa menapaki suatu kehidupan suci yang didasari atas prinsip – prinsip moral dan spiritual. Akan tetapi Beliau tahu bahwa menjalani kehidupan semacam itu adalah sulit dalam kondisi – kondisi sosial dan material yang tidak menguntungkan. Buddhisme tidak menganggap kesejahteraan materi sebagai suatu akhir; ia hanyalah suatu alat untuk mencapai tujuan akhir –suatu akhir yang lebih tinggi dan lebih mulia. Akan tetapi ia merupakan suatu sarana yang tak bisa ditawar, tak bisa ditawar dalam hal pencapaian suatu tujuan yang lebih tinggi bagi kebahagiaan manusia. Oleh karena itu Buddhisme mengenal syarat kebutuhan materi minimum yang menguntungkan bagi suksesnya latihan spiritual –bahkan bagi seorang Bhikkhu yang berlatih meditasi di suatu tempat terpencil sekalipun.
–(Ven. Dr. W. Rahula, “What The Buddha Taught”)

Teladan dari Asoka
Lihatlah Buddhisme, dan anda akan membaca bahwa Asoka tidak hanya berkhotbah tentang suatu moralitas yang luhur, tetapi mempraktikkan kekuasaan kerajaannya dalam suatu cara yang membuat malu pemerintahan – pemerintahan modern kita dari kepercayaan – kepercayaan lainnya.
–(Geoffrey Mortimer, Seorang Penulis Barat)

Dhamma adalah Sang Hukum
Seluruh ajaran dari Sang Buddha dapat diringkas ke dalam satu kata : “Dhamma”. Hukum tentang kebajikan / keadilan ini, tidak hanya ada di dalam hati manusia akan tetapi ia juga ada di seisi alam semesta. Seluruh semesta adalah perwujudan atau penyingkapan dari Dhamma. Hukum – hukum alam yang telah ditemukan oleh sains modern adalah merupakan penyingkapan dari Dhamma. Bila Bulan timbul dan tenggelam, hal ini dikarenakan oleh Dhamma, karena Dhamma adalah hukum yang terdapat di alam semesta yang membuat benda – benda bereaksi menurut cara – cara yang dipelajari di dalam ilmu fisika, kimia, zoologi, botani, dan astronomi. Dhamma ada di alam semesta sama seperti halnya Dhamma ada di dalam hati manusia. Jika seseorang mau hidup dengan Dhamma, ia akan terhindar dari kesengsaraan dan mencapai Nibbana.
–(Ven. A. Mahinda)

Penganiayaan
Dari agama – agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai Buddhisme, khususnya dalam bentuknya yang paling awal, karena Buddhisme memiliki paling minim unsur penganiayaan.
–(Bertrand Russel)

Penghargaan terhadap Buddhisme
Meskipun seseorang semula mungkin tertarik oleh keasingan / keterpencilannya, ia dapat menghargai nilai yang sejati dari Buddhisme hanya bila ia menilainya dari hasil yang ditimbulkan Buddhisme dalam kehidupannya dari hari ke hari.
–(Dr. Edward Conze, Seorang Sarjana agama Buddha Barat)

Pengetahuan adalah Kunci bagi Jalan yang Lebih Tinggi
Tanpa kesenangan inderawi akankah hidup dapat terus bertahan? Tanpa percaya akan keabadian / kekekalan dapatkah manusia menjadi bermoral? Tanpa menyembah suatu Tuhan dapatkah manusia maju menuju ke kebajikan? Dapat, jawab Sang Buddha. Akhir / tujuan ini dapat dicapai dengan pengetahuan; pengetahuan adalah kunci menuju jalan yang lebih tinggi, sesuatu yang berharga untuk dikejar dalam hidup ini; pengetahuan adalah sesuatu yang mendatangkan ketenangan dan kedamaian dalam hidup ini, hal mana menjadikan seseorang tidak merasa cemas terhadap badai – badai dari dunia yang penuh fenomena ini.
–(Prof. Karl Pearson)

Umat Buddha yang Beruntung
Betapa beruntungnya umat Buddha yang rendah hati, yang tidak mewarisi buah pikiran yang keliru tentang keadaan dari berbagai kitab suci yang tidak bisa disalahkan (selalu dianggap benar) sejak zaman yang permulaan sekali.
–(Ven. Prof. Ananda Kaushalyayana)

Buddhisme dan Upacara Keagamaan
Dengan demikian, Buddhisme adalah suatu agama personal, dan terdapat sedikit ruang didalamnya bagi upacara ritual dan keagamaan. Suatu perbuatan yang dilakukan dengan perenungan tentang dirinya sendiri, akan mengkondisikan berhentinya upacara keagamaan. Sebagian besar yang kelihatannya seperti upacara keagamaan dari Buddhisme dewasa ini, bila dipandang secara demikian sesungguhnya bukan merupakan upacara – upacara keagamaan.
–(Dr. W. F. Jayasuriya, “The Psychology and Philosophy of Buddhism”)

Sang Penyelamat
Jika Sang Buddha akan disebut sebagai seorang “Juru Selamat” yang sepenuhnya, hal ini hanya dalam artian bahwa Beliau menemukan dan menunjukkan Jalan menuju Pembebasan, Nibbana. Tapi diri kita sendirilah yang harus menapaki Sang Jalan itu.
–(Dr. W. Rahula, “What The Buddha Taught”)

Tanpa Paksaan
Memaksa seseorang untuk percaya dan menerima suatu hal tanpa pengertian adalah berkenaan dengan sifat politik, bukannya bersifat spiritual ataupun intelektual.
–(Dr. W. Rahula, “What The Buddha Taught”)

Menghormati Agama – Agama Lainnya
Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan menyalahkan agama – agama orang lain, melainkan ia harus menghormati agama – agama orang lain karena berbagai alasan. Dengan berlaku demikian, seseorang telah membantu perkembangan agamanya sendiri dan juga memberikan pelayanan kepada agama – agama orang lain. Bila bertindak sebaliknya, ia menggali lubang kubur bagi agamanya sendiri dan juga membahayakan agama – agama lainnya. Siapa saja yang menghormati agamanya sendiri dan menyalahkan agama – agama lainnya, itu dilakukan karena bakti terhadap agamanya sendiri, dengan berpikir bahwa “Aku akan memuliakan agamaku sendiri”. Akan tetapi sebaliknya, dengan berbuat demikian ia semakin dalam melukai agamanya sendiri. Karenanya kerukunan adalah baik. Mari kita semua mendengarkan, dan dengan ikhlas mendengarkan ajaran – ajaran yang dianut orang lain.
–(Raja Asoka)

Kemuliaan yang Sejati
Suatu agama atau suatu pedoman hidup dinilai tidak hanya dari kebenaran yang dinyatakannya, tapi juga dari perubahan yang ditimbulkannya dalam kehidupan para penganutnya. Sebegitu jauh bila pengujian ini diterapkan, Buddhisme memiliki rekor pencapaian – pencapaian dalam mana kita dapat memperoleh suatu kemuliaan yang sejati.
–(D. Valisinha, Sekjen Maha Bodhi Society, “Buddhist way of life”)

Keadaan Bawah Sadar (unconsciousness)
Dapat juga dikatakan bahwa India menemukan keadaan bawah sadar lebih dulu dibandingkan dengan para psikolog Barat. Bagi mereka, keadaan bawah sadar itu terdiri atas keseluruhan kesan – kesan yang mengendap di dalam individu sebagai warisan dari kehidupannya yang sebelumnya / terdahulu. Oleh karena itu, teknik Meditasi Buddhis, yang berkaitan dengan kekuatan – kekuatan laten tersebut, merupakan suatu pendobrak / pendahulu bagi psikoanalisis modern, bagi latihan mental autogenik, dan lain – lain.
–(Prof. Von Glasenapp, Seorang Sarjana Jerman)

Analisa Rasional
Buddhisme merupakan satu – satunya agama besar di dunia ini yang secara sadar dan terus terang berlandaskan kepada suatu analisa rasional yang sistematis terhadap problem – problem kehidupan serta jalan pemecahannya.
–(Moni Bagghee, “Our Buddha”)

Musuh Agama
Cuma ada sedikit apa yang disebut dogma dalam ajaran Sang Buddha. Dengan luasnya pandangan yang sangat jarang pada masa itu dan tidak biasa dalam masa kita ini, Beliau menolak membuat kritik yang memojokkan kepercayaan lain. Ketidaktoleranan bagiNya merupakan musuh agama yang paling besar.
–(Dr. S. Radhakrishnan, “Gautama The Buddha”)

Sekterianisme
Kebanyakan orang – orang baru yang memeluk agama – agama lainnya dikontrol oleh Guru mereka serta dilarang membaca kitab – kitab suci, ajaran – ajaran, majalah – majalah, buklet – buklet, dan risalat – risalat dari agama – agama lainnya. Namun hal ini amatlah jarang terjadi dalam Buddhisme.
–(Phra Khantipalo, “Tolerance”)

Peraturan Lima Sila
Kelima sila ini, menunjukkan lima arah yang penting dalam mana pengendalian diri umat Buddha mesti dilatih. Yakni, aturan pertama menyerukan kepadanya untuk mengendalikan nafsu amarah, yang kedua, nafsu keinginan untuk memiliki materi, yang ketiga, nafsu keinginan akan badan jasmani, yang keempat, ketakutan dan kebusukan hati (penyebab ketidakjujuran), yang kelima, keinginan akan kegairahan – kegairahan yang tak berguna.
–(Edmond Holmes, “The creed of Buddha”)

Manusia dengan Suatu Kemenangan Besar
Salah seorang dari para sarjana pertama yang memulai pekerjaan menerjemahkan Literatur Pali ke dalam bahasa Inggris, adalah putra dari seorang pastur terkenal. Tujuannya menerima pekerjaan tersebut adalah untuk membuktikan superioritas Kristen terhadap Buddhisme. Ia gagal dalam tugas tersebut, tetapi ia memperoleh suatu kemenangan yang lebih besar daripada yang ia harapkan. Ia menjadi seorang penganut Buddha. Kita tidak boleh pernah melupakan kesempatan yang membahagiakan itu yang telah mendorong ia untuk menerima pekerjaan tersebut, dan dengan demikian membuat Dhamma yang berharga ini dapat dinikmati oleh ribuan orang di Barat. Nama dari sarjana besar ini adalah Dr. Rhys Davids.
–(Ven. A. Mahinda, “Blue Print of Happines”)

Nasib Manusia
Di atas dunia yang maha luas ini ia masih tetap bertahan hidup. Adalah mungkin bahwa dalam hubungannya dengan sains Barat, dan diilhami oleh jiwa sejarah, ajaran asli dari Gotama yang bangkit kembali dan dimurnikan; masih dapat memainkan peran yang besar dalam mengarahkan nasib manusia
–(H. G. Wells)

Sistem Parlemen Yang dipinjam dari Buddhisme
Mungkin sekali bahwa kecenderungan akan pemerintahan yang bersifat otonomi, yang ditunjukkan oleh berbagai bentuk kegiatan yang bersifat badan hukum ini, mendapat dorongan segar dari penolakan Buddhis terhadap kekuasaan / otoritas kependetaan dan lebih jauh lagi, karena ajarannya tentang persamaan hak seperti yang ditunjukkan oleh penolakannya terhadap kasta. Sudah tentu kita harus berpaling kepada buku – buku Buddhisme untuk memperhitungkan cara – cara dalam mana urusan – urusan lembaga – lembaga pemerintahan otonomi yang dipilih oleh rakyat pada awal mulanya itu dilaksanakan. Mungkin akan merupakan suatu kejutan bagi banyak orang bila mengetahui bahwa dalam perkumpulan / majelis umat Buddha di India, lebih dari 2500 tahun yang lalu, ditemukan cikal bakal dari praktik – praktik parlementer kita dewasa ini. Kemuliaan /martabat dari majelis tersebut dipelihara dengan mengangkat seorang petugas khusus –cikal – bakal dari “Juru Bicara” dalam majelis perwakilan rakyat kita. Seorang petugas kedua ditunjuk untuk mengamati bahwa bilamana diperlukan suatu jaminan terhadap kourum –bentuk asli dari Kepala Pengawas Parlementer, dalam sistem milik kita. Seorang anggota yang memulai perkara melakukannya dalam bentuk suatu mosi / usulan yang selanjutnya akan didiskusikan. Dalam kasus – kasus tertentu, hal ini dilakukan hanya satu kali, sedangkan dalam kasus – kasus lainnya dilaksanakan tiga kali, dengan demikian ia memelopori praktik parlemen yang menghendaki suatu rancangan undang – undang dibaca tiga kali sebelum ia disahkan menjadi undang – undang. Jika perdebatan memperlihatkan suatu perbedaan pendapat, hal tersebut diputuskan oleh suara mayoritas, pemungutan suara dilaksanakan dengan kartu pemungutan suara ( secara rahasia).
–(Marquess of Zetland, seorang mantan Rajamuda India, “Legacy of India”)

Kembali ke Atas

BAB 3
Moralitas

Demokrasi
Buddhisme adalah suatu gerakan demokrasi, yang menjunjung demokrasi dalam agama, demokrasi dalam masyarakat, dan demokrasi dalam politik.
–(Dr. Ambedkar)

Seorang Jenius yang Etis
Dalam lingkup ini Beliau memberikan pernyataan tentang kebenaran yang bernilai abadi dan memajukan etika, bukan di India saja tetapi mencakup umat manusia pada umumnya. Sang Buddha adalah seorang jenius yang etis terbesar yang pernah dianugerahkan kepada dunia ini.
–(Albert Schweitzer, seorang filsuf Barat terkemuka)

Kebudayaan Dunia
Buddhisme telah berbuat lebih banyak bagi kemajuan peradaban dunia dan kebudayaan yang sejati daripada berbagai pengaruh lainnya dalam sejarah kemanusiaan.
–(H. G. Wells)

Kembali ke Atas

BAB 4
Toleransi – Kedamaian – Cinta Kasih

Memenangkan Kedamaian
Pertanyaan yang tak terelakkan yang muncul dengan sendirinya adalah, seberapa jauh pesan agung Sang Buddha dapat diterapkan terhadap dunia – kita dewasa ini? Mungkin ia dapat diterapkan, mungkin juga tidak; akan tetapi bila kita mengikuti prinsip – prinsip yang disampaikan oleh Sang Buddha, kita pada akhirnya akan memenangkan kedamaian dan ketenangan atas dunia ini.
–(Nehru)

Kebijaksanaan adalah Pedang dan Kebodohan adalah Musuhnya
Tiada selembar halaman pun dalam sejarah Buddhisme yang telah diserami oleh sinar api – api pengadilan terhadap para pembangkang, atau digelapi oleh asap dari kota – kota para pembangkang ataupun kaum kafir yang terbakar, atau dimerahi oleh darah korban – korban tak berdosa akibat kebencian keagamaan. Buddhisme menggunakan hanya sebilah pedang –pedang kebijaksanaan, dan mengenal hanya satu musuh –kebodohan. Ini adalah pembuktian sejarah, yang tak terbantahkan.
–(Prof. Bapat, “2500 years of Buddhism”)

Tiada Kata – kata yang Tak Sedap
Tiada pernah terjadi dimana Sang Buddha terbakar oleh kemarahan, tiada pernah terjadi suatu peristiwa dimana kata – kata yang tak sedap meluncur dari bibirNya.
–(Dr. S. Radhakrishnan)

Praktik dari Kebijaksanaan dan Belas Kasih
Nampaknya bahwa sifat keindahan yang baik itu akan tetap muda selamanya, duduk bersila di atas kesucian teratai dengan tangan kananNya terangkat menasehati, memberikan jawaban dalam kedua frase berikut: “Bila engkau berharap bebas dari penderitaan rasa takut, praktikanlah kebijaksanaan dan belas kasih”.
–(Anatole France)

Tiada Penganiayaan
Tiada catatan yang saya ketahui dalam keseluruhan sejarah Buddhisme yang panjang, melalui abad – abad yang demikian banyak, dimana para penganutnya yang telah selama periode sedemikian panjang menduduki kekuasaan tertinggi, melakukan suatu penganiyaan / penindasan terhadap penganut – penganut kepercayaan lainnya.
–(Prof. Rhys. Davids)

Kembali ke Atas

BAB 5
Kedudukan Manusia dalam Buddhisme

Manusia Memberi Hukum Kepada Alam
Hukum dalam pengertian ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah produk dari pikiran manusia dan tidak memiliki arti yang terpisah dari manusia. Terdapat arti yang lebih dalam suatu pernyataan bahwa manusia memberikan hukum kepada alam daripada dalam kebalikannya bahwa alam memberikan hukum – hukum bagi manusia.
–(Prof. Karl Pearson)

Manusia Bukanlah Barang yang Sudah Jadi
Manusia saat sekarang adalah merupakan hasil dari berjuta – juta pengulangan pikiran dan perbuatan. Ia bukanlah barang yang sudah jadi; ia melewati satu kondisi / kehidupan ke kondisi / kehidupan yang lain, dan hal ini masih akan terus berlangsung. Karakternya ditentukan oleh pilihannya sendiri, –pikirannya, perbuatannya yang ia pilih –, yakni oleh kebiasaan, ia terbentuk.
–(Ven. Piyadassi)

Manusia Mampu Mandiri
Buddhisme menjadikan manusia mandiri dan membangkitkan rasa percaya – diri dan semangat.
–(Ven. Narada Thera, “Buddhism in a nutshell”)

Manusia Tidak lagi Dapat Dihancurkan
Manusia adalah lebih besar daripada kekuatan – kekuatan alam yang membuta karena meskipun ia dihancurkan oleh kekuatan – kekuatan tersebut ia tetap unggul dalam hal kebajikan dari pengertian atau pemahamannya terhadap kekuatan – kekuatan tersebut. Terlebih – lebih lagi, agama Buddha membawa kebenaran tersebut lebih jauh lagi: ia menunjukkan bahwa dengan jalan memiliki pengertian, manusia juga dapat mengendalikan keadaan / lingkungannya. Ia tidak lagi bisa dihancurkan oleh kekuatan – kekuatan itu, tetapi menggunakan hukum – hukum alam tersebut untuk membangun dirinya sendiri
–(Pascal)

Kembali ke Atas

BAB 6
Jiwa / Roh

Percaya akan Adanya Jiwa / Roh adalah Sumber Segala Kesulitan
Buddhisme menduduki posisi unik dalam sejarah pemikiran manusia dalam hal penolakannya terhadap adanya suatu Roh / Jiwa, Diri atau Atma. Menurut ajaran Sang Buddha, pandangan tentang adanya diri adalah suatu khayalan, kepercayaan yang keliru / salah yang tidak berkaitan dengan kenyataan, dan hal itu menghasilkan pikiran – pikiran yang membahayakan dari “Aku” dan “Milikku”, keinginan yang egois, nafsu, kemelekatan, kebencian, niat jahat, kepongahan, kesombongan, egoisme, dan noda – noda lainnya, serta ketidakmurnian dan problem – problem. Hal ini merupakan sumber dari segala kesulitan di dunia ini, dari konflik pribadi hingga peperangan antar bangsa. Singkatnya, semua keburukan / kejahatan di dunia ini dapat ditelusuri sumbernya yakni dari pandangan keliru / salah tersebut.
–(Ven. Dr. W. Rahula, “What The Buddha Taught”)

Kehidupan Sesudah Kematian Bukanlah Sebuah Misteri
Perbedaan antara kematian dan kelahiran hanyalah satu momen – pikiran (saat-berpikir): Momen pikiran yang terakhir dalam kehidupan ini mengkondisikan momen pikiran yang pertama (paling awal) dalam kehidupan berikutnya, yang mana pada kenyataannya, adalah kontinuitas dari rentetan / rangkaian yang sama. Sepanjang kehidupan ini juga, satu momen – pikiran mengkondisikan momen pikiran berikutnya. Jadi dari sudut pandangan Buddhisme, pertanyaan tentang kehidupan sesudah kematian bukanlah merupakan suatu misteri besar, dan seorang umat Buddha tidak pernah cemas tentang masalah ini.
–(Ven. Dr. W. Rahula, “What The Buddha Taught)

Kembali ke Atas

BAB 7
Agama Buddha dan Ilmu pengetahuan Agama

Buddha dan Ilmu Pengetahuan Modern
“Saya sudah sering mengatakan, dan saya akan lagi dan lagi mengatakan, bahwa antara Buddhisme dan Ilmu Pengetahuan modern terdapat suatu keterkaitan intelektual yang begitu erat.
–(Sir Edwin Arnold)

Agama Buddha Memenuhi Tuntutan Ilmu Pengetahuan
Jika ada suatu agama yang akan memenuhi tuntutan kebutuhan ilmu pengetahuan modern, maka agama tersebut adalah Buddhisme.
–(Albert Einstein)

Ilmu Pengetahuan yang Bersifat spiritual
Buddhisme, sebaliknya merupakan suatu sistem berpikir, suatu agama, suatu sains spiritual, dan suatu pandangan hidup, yang masuk akal, praktis dan menyeluruh. Selama 2500 tahun ia telah memuaskan kebutuhan spiritual dari hampir sepertiga jumlah umat manusia. Ia menarik perhatian dunia Barat, yang menekankan pada kepercayaan diri yang disertai dengan rasa toleransi terhadap pandangan orang lain, termasuk ilmu pengetahuan, agama, filsafat, psikologi, etika dan seni, dan menunjuk manusia sendiri sebagai si pencipta dari kehidupannya saat ini serta perancang tunggal atas nasibnya.
–(Christmas Humpreys)

Buddhisme Bertitik Awal di mana Ilmu Pengetahuan berakhir
Ilmu pengetahuan tidak dapat memberikan jaminan dalam hal ini. Akan tetapi Buddhisme dapat memenuhi tantangan Atomik, karena pengetahuan adi-duniawi dari Buddhisme bertitik awal di mana ilmu pengetahuan berakhir. Dan hal ini cukup jelas bagi seseorang yang telah mempelajari Buddhisme. Karena, melalui Meditasi Buddhis, unsur – unsur atomik penyusun materi telah dilihat dan dirasakan, dan juga penderitaan, atau ketidakpuasan (dukkha), tentang “kemunculannya dan kelenyapannya” (yang tergantung pada sebab – sebab) yang sering telah menjadikan dirinya sendiri sebagai apa yang kita sebut “jiwa / roh” atau “atma” –sebuah khayalan tentang Sakkayaditthi–, demikian ia dinamakan di dalam ajaran Sang Buddha.
–(Egerton C. Baptist, “Supreme Science of the Buddha”)

Sebab dan Akibat Bukannya Ganjaran dan hukuman
Menurut Sang Buddha, dunia ini tidak terbentuk secara demikian. Umat Buddha percaya pada hukum Kamma yang rasional yang berjalan secara otomatis dan dinyatakan dengan istilah “Sebab dan akibat” dan bukannya “Ganjaran dan Hukuman”.
–(Seorang Penulis)

Kembali ke Atas

BAB 8
Nibbana

Keselamatan tanpa Tuhan
Untuk pertama kali dalam sejarah dunia ini, Sang Buddha memproklamasikan suatu keselamatan, yang dapat dicapai oleh setiap orang untuk dirinya sendiri dan oleh dirinya sendiri di dunia ini dalam kehidupan sekarang ini, tanpa pertolongan sedikit pun dari suatu ‘Tuhan yang Berpribadi’ (Personal God) ataupun dari para dewa. Sang Buddha sangat menekankan ajaran tentang kemampuan diri sendiri, tentang penyucian, tentang kemoralan, tentang pencerahan, tentang kedamaian dan cinta kasih yang universal. Beliau amat menekankan tentang perlunya pengetahuan, karena tanpa kebijaksanaan, pemahaman terhadap batin tidak akan diperoleh dalam kehidupan ini.
–(Prof. Eliot, “Buddhism and Hinduism”)

Sang Buddha dan keselamatan
Bukanlah Sang Buddha yang membebaskan manusia, akan tetapi Beliau mengajarkan mereka untuk membebaskan diri mereka sendiri, sama seperti Beliau telah membebaskan diriNya sendiri. Mereka menerima ajaran Beliau tentang kebenaran, bukan karena hal itu berasal dariNya, tetapi karena keyakinan pribadi, yang dibangkitkan oleh kata – kataNya, yang timbul dari cahaya semangat mereka sendiri.
–(Dr. Oldenburg, Seorang Sarjana Buddhis Jerman)

Kembali ke Atas

BAB 9
Kepercayaan

Sang Buddha Tidak Meminta Kepercayaan
Sang Buddha tidak hanya telah menyadari realitas yang terakhir: Beliau juga membabarkan pengetahuanNya yang lebih tinggi, yang merupakan ajaran terunggul, kepada “semua dewa dan manusia” secara amat jelas dan bebas dari segala tabir mitologi dan selaput misteri. Akan tetapi, disini diberikan suatu bentuk yang begitu meyakinkan bahwa ia mewujudkan dirinya sebagai hal yang nyata dan positif dari pembuktian-sendiri bagi orang yang mampu mengikutiNya. Karena alasan ini Sang Buddha tidak menuntut berbagai kepercayaan, tetapi menjanjikan pengetahuan.
–(George Grimm, “The Doctrine of the Buddha”)

Kembali ke Atas

BAB 10
Agama Buddha dan Agama – agama Lainnya

Agama Hindu Sesudah Era – Buddhis
Berbagai jalan dalam mana Buddhisme telah mempengaruhi, memodifikasi, mentransformasi, dan menghidupkan kembali agama Hindu di antara semua sutra Filosofi Hindu, adalah diakui sebagai era sesudah – Buddhis. Pemikiran terdahulu dari filsafat India berkenaan dengan ajaran Kamma dan Tumimbal Lahir serta sistem pra- Buddhis lainnya telah mencapai pengembangan sepenuhnya dari literatur Buddhis dan telah disusun di atas dasar filosofis.
–(Dr. S. N. Dasgupta)

Etika Universal
Tidak ada agama – agama di India sebelum masa Buddhisme dapat dikatakan telah mampu merumuskan suatu kode etik dan kode agama yang secara universal dan diwajibkan berlaku sah bagi semua orang.
–(Dr. S. N. Dasgupta)

Buddhisme adalah Buddhisme
Agama Buddha (Buddhisme) dan agama Jain (Jainisme) sudah pasti bukanlah agama Hindu atau bahkan Veda Dharma, meskipun mereka muncul di India dan merupakan bagian yang menyatu dari kehidupan budaya dan filsafat bangsa India. Penganut Buddha ataupun penganut Jaina memang seratus persen produk pemikiran dan budaya India, akan tetapi tidak satu pun dari keduanya merupakan penganut Hindu. Adalah suatu kekeliruan besar untuk menyatakan kebudayaan India sebagai kebudayaan Hindu.
–(Nehru, “Discovery of India)

Hutang Abadi kepada Sang Buddha
Merupakan pendapat saya yang berhati – hati bahwa bagian penting dari ajaran Sang Buddha sekarang ini membentuk bagian yang integral pada Hinduisme. Tidaklah mungkin bagi Hindu India dewasa ini untuk menelusuri kembali langkah – langkahnya dan melampaui reformasi besar yang dibuat oleh Gautama yang dapat memberi pengaruh terhadap Hinduisme. Dengan pengorbananNya yang demikian besar, dengan pelepasan – agungNya, dan dengan kesucian yang tak bernoda dari hidupNya, Beliau meninggalkan kesan yang tak terhapuskan pada Hinduisme, dan Hinduisme berhutang suatu hutang budi yang abadi kepada Sang Guru Agung tersebut.
–(Mahatma Gandhi, “Maha Bodhi”)

Prinsip – prinsip yang Dominan
Suatu sistem yang tidak mengenal Tuhan Sang Pencipta seperti dalam pengertian Barat, yang menyangkal adanya suatu jiwa / roh bagi manusia, yang menganggap kepercayaan terhadap jiwa / roh yang abadi sebagai suatu kesalahan, yang menolak berbagai keefektifan / kemanjuran dari pemujaan dan persembahan kurban, yang menetapkan manusia untuk tidak bergantung pada apapun melainkan kepada daya upaya mereka sendiri dalam mencapai keselamatan, yang dalam bentuk aslinya tidak mengenal kaul atau sumpah – sumpah untuk taat / patuh, sebagai hamba, serta tidak pernah mencari pertolongan dari kekuasaan duniawi. Meskipun ia menyebar pada keanekaragaman yang cukup besar dari dunia-kuno itu, ia menyebar dengan kecepatan yang mengagumkan, dan masih tetap merupakan prinsip – prinsip yang dominan bagi sebagian besar umat manusia saat ini.
–(T. H. Huxley)

Pemikiran Buddhis Tentang Dosa
Pemikiran Buddhis tentang dosa agak berbeda dengan pemikiran Kristen. Dosa menurut paham Buddhis hanyalah merupakan suatu ketidaktahuan atau kebodohan. Manusia yang buruk adalah manusia yang bodoh. Ia tidak memerlukan hukuman dan penebusan dosa atau penghukuman yang demikian besar sebagaimana ia memerlukan perintah – perintah. Ia tidak dipandang sebagai “Melanggar Perintah Tuhan” ataupun sebagai seseorang yang harus mengemis belas kasihan malaikat dan pengampunan surgawi. Akan tetapi adalah perlu bagi sahabat – sahabat dari orang tersebut untuk menjadikannya berakal sehat di dalam jalan kemanusiaan. Umat Buddha tidak percaya si pendosa tersebut akan dapat meloloskan dirinya dari akibat – akibat perbuatannya dengan upaya berdoa untuk tawar-menawar dengan Tuhan.
–(John Walters, “Mind Unshaken”)

Para Dewa Butuh Keselamatan
Untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia Sang Buddha menasehati, meminta, dan memohon kepada manusia agar tidak menyakiti suatu makhluk hidup, tidak memberikan pemujaan atau pujian atau kurban kepada para dewa. Dengan segala kefasihannya dalam memberikan nasihat, Yang Maha Agung mengumumkan dengan tegasbahwasanya para dewa sendiri juga amat butuh keselamatan.
–(Prof. Rhys Davids)

Kembali ke Atas

BAB 11
Dunia dan Alam Semesta

Dunia yang Tidak Memuaskan
Sang Buddha tidak murka kepada dunia ini. Beliau memandang dunia ini sebagai sesuatu yang tidak memuaskan dan bersifat sementara, bukannya dianggap sebagai sesuatu yang kejam atau buruk; adalah suatu ketidaktahuan / kebodohan, bukannya sebagai suatu pemberontakan. Beliau tidak sedikit pun terusik terhadap orang – orang yang tidak mau mendengarkan kepadaNya, serta tidak menunjukkan kegelisahan dan sifat yang lekas marah.
–(Prof. Eliot, “Buddhism and Hinduism”)

Pertempuran Akbar
Keseluruhan alam semesta merupakan sebuah medan pertempuran yang maha luas. Di mana – mana terjadi pertempuran. Suatu kehidupan (eksistensi) tidak lain adalah suatu perjuangan yang sia – sia melawan kuman – kuman penyakit yang mengerikan, molekul – molekul melawan molekul – molekul, atom – atom melawan atom – atom, elektron – elektron melawan elektron – elektron. Terlebih lebih lagi, batin merupakan suatu kancah pertempuran yang lebih dramatis. Bentuk – bentuk, bunyi – bunyi, cita rasa, dan lain-lain merupakan perpaduan kekuatan – kekuatan yang saling berinteraksi dan saling bertempur. Keberadaan yang nyata dari perang membuktikan bahwa terdapat suatu keadaan kedamaian sempurna. Inilah yang kita namakan Nibbana.
–(Ven. Narada Thera, “The Bodhisatta Ideal”)

-Selesai-

Kembali ke Atas

Judul asli: Buddhism in the Eyes of Intellectuals
Oleh: Y.M. K. Sri Dhammananda
Diterjemahkan oleh: Bhagavant.com

REKOMENDASIKAN: