Cara Menentukan Detik-detik Waisak di Indonesia
Apa sebenarnya Detik-detik Waisak itu? Dan bagaimana cara menghitung dan menentukan Detik-detik Waisak di Indonesia yang berlaku secara nasional?
Salah satu tradisi dalam perayaan Hari Trisuci Waisak atau Vesak (Pali Vesākha; Sanskerta: Vaiśākha) yang ada di Indonesia adalah “Detik-detik Waisak”. Tradisi yang hanya ada di Indonesia ini ditunggu oleh umat Buddha di Indonesia sebagai puncak dari rangkaian puja bakti perayaan Waisak.
Diketahui cikal bakal atau asal mula Detik-detik Waisak di Indonesia terjadi saat perayaan Vesak pada tahun 1932 yang diselenggarakan di Candi Borobudur, Jawa Tengah, oleh Perhimpunan Masyarakat Teosofi. Mereka melakukan perenungan sebagai puncak acara perayaan hari suci tersebut, namun belum ada istilah “Detik-detik Waisak” yang diperkenalkan pada saat itu.
Baru dalam perayaan Vesak 1953, istilah dan praktik Detik-detik Waisak mulai diperkenalkan dengan adanya puja bakti dan renungan yang menurut perhitungan penyelenggara pada waktu itu, jatuh tepat pada siang tengah hari. Saat itu, Anagarika Tee Boan An (kemudian menjadi Y.M. Ashin Jinarakkhita) yang memberikan tanda dimulainya renungan luhur Detik-detik Waisak.1
Setelah ditetapkannya patokan untuk menentukan Hari Raya Vesak di Indonesia pada tahun 1979 dan Hari Waisak resmi menjadi hari libur nasional pada tahun 1983, Detik-detik Waisak mulai diformulasikan secara modern.
Herman Satriyo Endro Jayamedho yang kemudian menjadi Y.M. Jayamedho Thera merupakan tokoh Buddhis yang berperan dalam formalisasi dan penetapan waktu Detik-detik Waisak yang penerapannya untuk beberapa puluh tahun di masa mendatang.2
Lalu, apa sebenarnya Detik-detik Waisak itu dari sudut pandang astronomi modern? Bagaimana mencari, menghitung dan menentukan Detik-detik Waisak? Dan pelajaran apa yang dapat diambil dari mengetahui cara menentukan Detik-detik Waisak?
Detik-detik Waisak Berdasarkan Ilmu Astronomi Modern
Berdasarkan tradisi Buddhis di Indonesia, Detik-detik Waisak adalah momen berupa jam, menit dan detik yang ditunggu dan diyakini jatuh pada saat yang tepat dan pas ketika terjadinya tiga peristiwa agung yaitu kelahiran Pangeran Siddhattha Gotama sebagai calon Buddha (Bodhisatta), pencapaian Pencerahan Sempurna dari Petapa Gotama, dan kewafatan mutlak (Parinibanna) Buddha Gotama. Ketiga peristiwa tersebut terjadi pada hari munculnya Bulan Purnama.
Sedangkan dari sudut pandang ilmu astronomi modern yang mempelajari benda-benda langit dan fenomena-fenomena yang terjadi di kosmos, Detik-detik Waisak tidak dipandang sebagai momen terjadinya tiga peristiwa agung dalam kehidupan Buddha Gotama. Tetapi, ilmu astronomi lebih menitikberatkan pada fenomena langit yang muncul pada saat itu yaitu Bulan Purnama.
Dari sudut ilmu astronomi (ilmu perbintangan) modern, Detik-detik Waisak adalah saat Bulan terlihat dalam fase 100% bundar sempurna (Bulan Purnama) dan dalam kondisi puncak penerangan penuh dengan tingkat kecerahan (iluminasi) 99% hingga 100%. Hal ini terjadi ketika posisi Bumi terletak sejajar di antara Matahari dan Bulan.
Singkatnya, Detik-detik Waisak tidak lain adalah saat tibanya fase puncak Bulan Purnama yang ditetapkan dalam hitungan jam, menit dan detik.
Dari pengertian tersebut, maka menentukan kapan Detik-detik Waisak itu tiba berarti menentukan kapan tibanya fase puncak Bulan Purnama pada Hari Waisak.
Dan untuk menentukan kapan terjadinya fase puncak Bulan Purnama berdasarkan ilmu astronomi modern, maka diperlukan perhitungan yang melibatkan rumus-rumus algoritma yang telah diterapkan selama ini dalam memprediksi fase puncak Bulan Purnama.
Perlu Dipahami
Sebelum membahas mengenai menghitung dan menentukan Detik-detik Waisak, perlu diketahui dan dipahami batasan-batasan yang ada dalam pembahasan kali ini.
Pertama, menghitung Detik-detik Waisak bukan hal yang sederhana dan membutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai astronomi dan matematika serta ketelitian.
Kedua, pembahasan ini akan mencoba menghitung dan menentukan Detik-detik Waisak (tibanya fase puncak Bulan Purnama) dengan menggunakan rumus algoritma Jean Meeus dan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
Karena menentukan Detik-detik Waisak berarti menentukan kapan fase puncak Bulan Purnama akan terjadi di hari yang akan datang, maka itu berarti memprediksikan atau memprakirakan sebuah peristiwa. Dan sifat dari sebuah prediksi tentu saja bisa berbeda dan bisa sesuai dengan peristiwa sesungguhnya.
Ketiga, karena perhitungannya yang sangat rumit dan kompleks, pembahasan kali ini tidak akan menghitung dan menjabarkannya secara rinci dan tidak secara penuh dilakukan dengan cara manual, tetapi disertai dengan mempergunakan alat bantu seperti perangkat lunak (software) hingga kecerdasan buatan (artificial intelligence – AI).
Perhitungan yang disajikan di sini semata-mata hanya bertujuan untuk memberi gambaran besar bagaimana menentukan Detik-detik Waisak berdasarkan ilmu astronomi modern. Selain itu juga tulisan ini juga ingin menunjukkan bahwa ada banyak faktor penentu yang memengaruhi hasil akhir perhitungan Detik-detik Waisak. Dan faktor-faktor ini sifatnya tidak dapat dibakukan secara tetap dalam rumus yang sama dan permanen.
Faktor-faktor penentu yang tidak dapat dibakukan ini menunjukkan kebenaran ajaran Buddha mengenai sifat alami segala sesuatu yang dibentuk dari paduan adalah tidak kekal atau selalu berubah (Pali: anicca; Skr: anitya).
Selain itu, perhitungan di sini mungkin memiliki perbedaan baik dari metode maupun rumus yang digunakan oleh berbagai pihak lain yang juga telah menghitung atau menetapkan Detik-detik Waisak. Sehingga tidak menutup kemungkinan hasil perhitungan dalam tulisan ini akan berbeda dengan karya tulisan lainnya dan dapat diperdebatkan.
Perhitungan di sini mungkin bisa digunakan untuk perbandingan dan alternatif acuan lain selain data-data hasil perhitungan yang ada di luar sana baik mungkin dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian RI, Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika, atau pun perhitungan lainnya, yang mungkin memiliki keakuratan yang lebih tinggi.
I. Menentukan Patokan Hari Raya Waisak di Indonesia
Hal pertama yang perlu dilakukan dalam menghitung dan menentukan Detik-detik Waisak adalah menentukan kapan tepatnya “Tiga Peristiwa Agung”3 terjadi. Secara internasional, umat Buddha sepakat bahwa “Tiga Peristiwa Agung” atau Hari Waisak tersebut terjadi di bulan Waisak atau Vesak saat munculnya Bulan Purnama.456
Seperti yang diketahui bersama bahwa nama Waisak atau Vesak (Pali Vesākha; Sanskerta: Vaiśākha) adalah nama bulan ke-2 dalam penanggalan kalender (panchanga7) lunisolar India kuno yaitu antara sekitar akhir April – akhir Mei (akhir Mei – pertengahan Juni dalam tahun kabisat lunisolar) dalam kalender Masehi. [Tabel 1]
Menentukan kapan bulan Waisak tiba terhadap kalender Gregorius (Masehi) perlu dilakukan karena untuk mempermudah perhitungan dan penentuan tanggal yang umum digunakan secara nasional.
Pada April 1979, para pemimpin dari majelis-majelis Agama Buddha yang tergabung dalam Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) melakukan musyawarah untuk menentukan patokan dalam menentukan Hari Raya Waisak di Indonesia.
Patokan-patokan tersebut di antaranya:
1. Menggunakan perhitungan astronomi internasional dalam menentukan fase Bulan Purnama.
2. Penggantian hari dimulai pada pukul 12 tengah malam.
3. Menggunakan kalender Buddhis lunisolar yang memiliki siklus 19 tahun yang di dalamnya terdapat 7 tahun Kabisat Lunar dan 7 bulan sisipan (bulan ekstra/lun/adhikamasa). Tahun Kabisat Lunar yang memiliki 1 bulan sisipan ini dihitung dengan metode 3-3-3-2-3-3-2 dalam kurun 19 tahun. Contoh [Tabel. 2.]
4. Pada tahun Kabisat Lunisolar yang memiliki bulan sisipan (bulan ekstra/lun/adhikamasa) sehingga ada 2 (dua) bulan Waisak atau Vesak, maka Hari Waisak yang diambil adalah yang ada di bulan Waisak yang kedua. Atau jika menggunakan sistem yang penambahaan bulannya ada di bulan Citta/Caitra sehingga ada 2 (dua) bulan, maka Hari Waisak yang diambil adalah Bulan Purnama yang ada setelah bulan Citta/Caitra Ke-2.8
5. Berpatokan pada Hari Raya Magha Puja yang jatuh hampir bertepatan dengan Hari Cap Go Meh (Hari Ke-15 setelah Perayaan Tahun Baru Imlek), maka untuk mempermudah menentukannya, Hari Waisak jatuh pada Bulan Purnama ke-3 setelah Bulan Purnama Cap Go Meh tersebut. Atau, Bulan Purnama ke-4 setelah hari pertama Tahun Baru Imlek. 9
Hari Waisak jatuh pada Bulan Purnama ke-4 setelah Bulan Purnama Cap Go Meh atau Bulan Purnama ke-5 setelah hari pertama Tahun Baru Imlek jika tahun tersebut adalah tahun terakhir (tahun ke-19) dari daur 19 tahunan (lihat Tabel 2).
II. Fase Puncak Bulan Purnama
Seperti yang disampaikan di atas bahwa Detik-detik Waisak tidak lain adalah fase puncak Bulan Purnama saat Bulan dalam fase 100% bundar sempurna (Purnama) dan dalam kondisi puncak penerangan penuh dengan tingkat kecerahan (iluminasi) 99% hingga 100%.
Namun, perlu diperhatikan bahwa tingkat kecerahan Bulan pada saat Bulan Purnama dapat bervariasi tergantung pada kondisi atmosfer di bumi dan posisi bulan dalam orbitnya. Beberapa faktor seperti kelembapan dan partikel di atmosfer bumi dapat mempengaruhi tingkat kecerahan bulan yang terlihat oleh mata manusia.
Dengan demikian, itu berarti menentukan Detik-detik Waisak sama dengan menentukan waktu tibanya fase puncak Bulan Purnama yang berada dalam kondisi puncak penerangan dan dihitung dalam hitungan jam, menit dan detik.
Waktu tibanya kondisi puncak penerangan penuh Bulan Purnama terjadi saat Bulan terletak persis di sisi yang berlawanan dari Bumi terhadap Matahari, sehingga ia memantulkan cahaya Matahari secara maksimal.
Dan perlu dicatat bahwa waktu tibanya kondisi puncak penerangan dari Bulan Purnama di suatu tempat dapat berbeda tempat tempat lainnya di Bumi tergantung pada letak Bulan di langit pada saat itu dan lokasi pengamat.
Oleh karena itu di suatu daerah (misalnya, Indonesia) ada saatnya Detik-detik Waisak (waktu tibanya kondisi puncak penerangan penuh Bulan Purnama) terjadi pada siang hari. Ini bukan berarti Bulan Purnama bersinar di siang hari, tetapi posisi di Indonesia tidak memungkinkan untuk melihat saat fase ini terjadi.
Pada masa modern sekarang, menentukan waktu fase Bulan dapat dilakukan menggunakan ilmu astronomi modern dengan rumus-rumus algoritmanya yang dirancang dan kemudian diterapkan ke dalam progam komputer.
Dan di era digital, dengan rumus-rumus algoritma astronomi yang dipergunakan dalam perangkat lunak, seseorang dapat dengan mudah mengetahui waktu tibanya fase-fase Bulan. Waktu tibanya fase Bulan Purnama dapat ditemukan di berbagai situs web dan aplikasi mobile hingga perangkat lunak (software) astronomi yang menyajikan almanak astronomi.
Namun sayangnya, sebagian besar situs web dan aplikasi mobile tersebut menyajikan waktu tibanya fase Bulan Purnama hanya berhenti pada perhitungan menit, tidak sampai perhitungan detik. Mungkin bagi sebagian besar orang perhitungan waktu tibanya fase Bulan Purnama sampai skala detik tidak diperlukan karena terlalu singkat. Selain itu variasi dalam orbit Bulan dan Matahari cukup kecil sehingga tidak memengaruhi hasil secara signifikan.
Dan meskipun ada perangkat lunak atau aplikasi yang mencantumkan perhitungan detiknya, perhitungan hasil (khususnya menit dan detik) antara perangkat tersebut memiliki perbedaan selisih antara satu hingga dua menit. Ini semua tergantung dari rumus algoritma astronomi yang digunakan dan proses pengolahan data oleh masing-masing perangkat.
III. Rumus Algoritma Astronomi Fase Bulan Purnama
Untuk menghitung kapan waktu tibanya fase puncak Bulan Purnama hingga hitungan detik maka memerlukan sebuah rumus algoritma astronomi.
Ada beberapa rumus algoritma astronomi yang digunakan untuk menghitung waktu tibanya fase Bulan Purnama, antara lain: rumus algoritma Meeus, rumus algoritma Meeus-Espenak, rumus algoritma Simon Newcomb, rumus algoritma Cusp, dan sebagainya.
Rumus algoritma yang hingga saat ini menjadi salah satu referensi utama dan banyak digunakan termasuk oleh situs-situs web dan aplikasi mobile adalah rumus Algoritma Meeus yang kembangkan oleh Jean Meeus pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Dengan adanya sejumlah rumus algoritma astronomi dan metodenya, maka dibutuhkan kesepakatan bersama terhadap rumus algoritma astronomi yang mana yang digunakan untuk menentukan Detik-detik Waisak. Untuk pembahasan di sini akan digunakan rumus Algoritma Jean Meeus10 yang memang sering dijadikan acuan untuk menghitung fase-fase Bulan.
Dan perlu dicatat bahwa meskipun menggunakan rumus algoritma yang dianggap paling akurat saat ini, namun keakuratannya tidak bisa mencapai 100%, khususnya dalam penentuan waktu detik.
IV. Menghitung Detik-detik Waisak
Ada beberapa langkah dalam menghitung Detik-detik Waisak dengan mengunakan rumus Algoritma Jean Meeus. Dalam proses perhitungan, waktu yang dihasilkan, akan disajikan dalam Hari Julian Ephemeris/Julian Ephemeris Days (JDE), berdasarkan waktu dinamis yang kemudian perlu dikonversi ke waktu normal.
Pada pembahasan kali ini, sebagai contoh, Detik-detik Waisak yang akan dicari adalah pada Hari Waisak tahun 2026. Tahun ini diambil supaya hasil perhitungannya dapat dibandingkan dengan sumber lain yang sudah memuat prediksi Detik-detik Waisak untuk tahun 2026.11
Perlu dicatat bahwa pembahasan kali ini tidak membahas secara mendetail istilah-istilah (seperti Eksentrisitas Orbit Bumi, Argumen Planet, Anomali Matahari, dll.) yang digunakan yang pada dasarnya dapat ditemukan di buku-buku astronomi. Dan perhitungan disini menggunakan rumus yang di-script yang dijalankan dengan bahasa pemrograman Python.
LANGKAH 1
Menentukan Tanggal Hari Waisak
Menentukan tanggal Hari Waisak sudah dijelaskan sebelumnya. Bulan Purnama di Hari Waisak, dapat ditentukan dari patokan yang telah disepakati di atas.
Hari Waisak jatuh pada Bulan Purnama ke-3 setelah Bulan Purnama Cap Go Meh atau Bulan Purnama ke-4 setelah Hari Tahun Baru Imlek.
Hari Waisak jatuh pada Bulan Purnama ke-4 setelah Bulan Purnama Cap Go Meh atau Bulan Purnama ke-5 setelah hari pertama Tahun Baru Imlek jika tahun tersebut adalah tahun terakhir (tahun ke-19) dari daur 19 tahunan (lihat Tabel 2).
Contoh:
Tahun 2023 berdasarkan patokan perhitungan penetapan Hari Raya Waisak merupakan tahun terakhir (tahun ke-19) dari daur 19 tahunan (lihat Tabel 2), maka Hari Waisak jatuh pada Bulan Purnama ke-4 setelah Bulan Purnama Cap Go Meh atau Bulan Purnama ke-5 setelah Hari Tahun Baru Imlek.
Hari Tahun Baru Imlek 2023 jatuh pada 22 Januari sedangkan Bulan Purnama Cap Go Meh jatuh pada 6 Februari. Ini berarti Bulan Purnama ke-4 setelah Cap Go Meh atau Bulan Purnama ke-5 setelah Hari Tahun Baru Imlek jatuh pada 4 Juni 2023 bukan pada 6 Mei 2023.
Tahun 2026 berdasarkan patokan perhitungan bukan tahun terakhir (tahun ke-19) dari daur 19 tahunan, maka Hari Waisak jatuh pada Bulan Purnama ke-3 setelah Bulan Purnama Cap Go Meh atau Bulan Purnama ke-4 setelah Hari Tahun Baru Imlek.
Hari Tahun Baru Imlek 2026 jatuh pada 17 Februari sedangkan Bulan Purnama Cap Go Meh jatuh pada 3 Maret. Ini berarti Bulan Purnama ke-3 setelah Cap Go Meh atau Bulan Purnama ke-4 setelah Hari Tahun Baru Imlek jatuh pada 31 Mei 2026.
Daftar tanggal Hari Raya Waisak dari tahun 2026 hingga 2046 dapat dilihat di Tebel 3 di bawah.
LANGKAH 2
Menentukan Tahun dalam Pecahan Desimal
Tahun dalam pecahan (TP) = Tahun + ((N + (tanggal – 1)) / dibagi 365)
Jika Hari Waisak jatuh pada bulan Mei maka N = 120, jika jatuh pada bulan Juni maka N = 150.
Jika jatuh pada tahun Kabisat maka dibagi 366.
Tahun dalam Pecahan Mei = Tahun + ((120 + (tanggal -1)) / dibagi 365)
Tahun dalam pecahan Juni = Tahun + ((150 + (tanggal -1)) / dibagi 365)
*Tahun Kabisat dibagi 366
Contoh:
Hari Waisak 2026 jatuh di tanggal 31 bulan Mei
TP = 2026 + ((120 + (31 -1)) / 365))
TP = 2026 + ((120 +30)/365)
TP = 2026 + (150/365)
TP = 2026 + 0.4109589041095
TP = 2026.4109589041095 Tahun
LANGKAH 3
Menentukan Nilai Fase Lunasi Bulan (k)
k = (Tahun Pecahan – 2000) x 12.3685
Hasil angka desimal di belakang koma (titik) diganti menjadi 0.5 jika ingin mencari lunasi Bulan Purnama.
Contoh:
k = (2026. 41095890411 – 2000) x 12.3685
k = 26. 4109589041095 x 12.3685
k = 326.66394520547857
Hasil angka desimal di belakang koma (titik) diganti menjadi 0.5
k = 326.50
LANGKAH 4
Menentukan Nilai T (Waktu dalam Abad Julian Sejak Tahun/Epoch 2000)
T = k /1236.85
k = Tahun Pecahan.
Contoh:
T = 326.50/1236.85
T = 0.2639770384444355
LANGKAH 5
Menentukan Waktu Turunan T2, T3 dan T4
T2 = T2
T3 = T3
T4 = T4
Contoh:
T2 = (0.2639770384444355) pangkat 2
T2 = 0.06968387682589497
T3 = (0.2639770384444355) pangkat 3
T3 = 0.018394943431826585
T4 = (0.2639770384444355) pangkat 4
T4 = 0.004855842689486502
LANGKAH 6
Menentukan Julian Day Ephemeris (JDE) / Julian Ephemeris Days Tanpa Koreksi
JDE = 2451550.09765 + (29.530588853 x k) + (0.0001337 x T2) – (0.000000150 x T3) + (0.00000000073 x T4)
Contoh:
JDE = 2451550.09765 + (29.530588853 x 326.50) + (0.0001337 x 0.06968387682589497) – (0.000000150 x 0.018394943431826585) + (0.00000000073 x 0.004855842689486502)
JDE = 2461191.8349198187 Julian Day
Pada langkah ini, setelah mengonversi JDE ke waktu umum, jam pada Detik-detik Waisak sudah ditemukan namun belum secara akurat dalam menit dan detik.
LANGKAH 7
Menentukan Nilai E (Eksentrisitas Orbit Bumi)
E = 1 – 0.002516 x T – 0.0000074 x T2
Contoh:
E = 1 – (0.002516 x 0.2639770384444355) – (0.0000074 x 0.06968387682589497)
E = 0.9993353181105853
LANGKAH 8
Menentukan Nilai M (Rata-rata Anomali Matahari pada Saat JDE)
M = 2.5534 + (29.10535669 x k) – (0.0000218 x T2) – (0.00000011 x T3)
Hasil dikonversi ke derajat
Contoh:
M = 2.5534 + (29.10535669 x 326.50) – (0.0000218 x 0.06968387682589497
) – (0.00000011 x 0.018394943431826585)
M = 9505.452357763868
M = 145.45235776386835 derajat
LANGKAH 9
Menentukan Nilai M’ (Rata-rata Anomali Bulan)
M’ = 201.5643 + (385.81693528 x k) + (0.0107438 x T2) + (0.00001239 x T3) – (0.000000058 x T4)
Hasil dikonversi ke derajat
Contoh:
M’ = 201.5643 + (385.81693528 x 326.50) + (0.0107438 x 0.06968387682589497) + (0.00001239 x 0.018394943431826585) – (0.000000058 x 0.004855842689486502)
M’ = 126170.79441781728
M’ = 170.79441781727655 derajat
LANGKAH 10
Menentukan Nilai F (Lintang Argumen Bulan)
F = 160.7108 + (390.67050274 x k) + (0.0016341 x T2) + (0.00000227 x* T3) – (0.000000011 x T4)
Hasil dikonversi ke derajat
Contoh:
F = 160.7108 + (390.67050274 x 326.50) + (0.0016341 x 0.06968387682589497) + (0.00000227 x 0.018394943431826585) – (0.000000011 x 0.004855842689486502)
F = 127714.63005852212
F = 274.6300585221179 derajat
LANGKAH 11
Menentukan Omega (Bujur Titik Daki (Ascending Node) Peredaran Bulan)
Omega = 124.7746 – (1.56375580 x k) + (0.0020691 x T2) + (0.00000215 x T3)
Hasil dikonversi ke derajat
Contoh:
Omega = 124.7746 – (1.56375580 x 326.50) + (0.0020691 x 0.06968387682589497) + (0.00000215 x 0.018394943431826585)
Omega = -385.7915244775413
Omega = 334.2084755224587 derajat
LANGKAH 12
Menentukan Nilai 14 Koreksi Argumen Planet (Planetary Arguments) A1 Hingga A14
A1 = 299.77 + 0.107408 x k – 0.009 173 x T2
A2 = 251.88 + 0.016321 x k
A3 = 251.83 + 26.651886 x k
A4 = 349.42 + 36.412478 x k
A5 = 84.66 + 18.206239 x k
A6 = 141.74 + 53.303771 x k
A7 = 207.14 + 2.453732 x k
A8 = 154.84 + 7.306860 x k
A9 = 34.52 + 27.261239 x k
A10 = 207.19 + 0.121824 x k
A11 = 291.34 + 1.844379 x k
A12 = 161.72 + 24.198154 x k
A13 = 239.56 + 25.513099 x k
A14 = 331.55 + 3.592518 x k
Contoh:
Telah diketahui nilai k = 326.50
A1 = 299.77 + 0.107408 x k – 0.009 173 x T2
A2 = 251.88 + 0.016321 x k
A3 = 251.83 + 26.651886 x k
A4 = 349.42 + 36.412478 x k
A5 = 84.66 + 18.206239 x k
A6 = 141.74 + 53.303771 x k
A7 = 207.14 + 2.453732 x k
A8 = 154.84 + 7.306860 x k
A9 = 34.52 + 27.261239 x k
A10 = 207.19 + 0.121824 x k
A11 = 291.34 + 1.844379 x k
A12 = 161.72 + 24.198154 x k
A13 = 239.56 + 25.513099 x k
A14 = 331.55 + 3.592518 x k
A1 = 334.8380727897979
A2 = 257.2088065
A3 = 8953.670779
A4 = 12238.094067
A5 = 6028.9970335
A6 = 17545.4212315
A7 = 1008.283498
A8 = 2540.52979
A9 = 8935.3145335
A10 = 246.965536
A11 = 893.5297435
A12 = 8062.417281
A13 = 8569.5868235
A14 = 1504.507127
LANGKAH 13
Menentukan Nilai Seluruh 14 Koreksi Argumen Planet
Koreksi Argumen Planet = [325 x sin(A1) + 165 x sin(A2) + 164 x sin(A3) + 126 x sin(A4) + 110 x sin(A5) + 62 x sin(A6) + 60 x sin(A7) + 56 x sin(A8) + 47 x sin(A9) + 42 x sin(A10) + 40 x sin(A11) + 37 x sin(A12) + 35 x sin(A13) + 23 x sin(A14)]/1000000
Contoh:
Koreksi Argumen Planet = [325 x sin(A1) + 165 x sin(A2) + 164 x sin(A3) + 126 x sin(A4) + 110 x sin(A5) + 62 x sin(A6) + 60 x sin(A7) + 56 x sin(A8) + 47 x sin(A9) + 42 x sin(A10) + 40 x sin(A11) + 37 x sin(A12) + 35 x sin(A13) + 23 x sin(A14)]/1000000
Koreksi Argumen Planet = [325 x sin(334.8380727897979) + 165 x sin(257.2088065) + 164 x sin(8953.670779) + 126 x sin(12238.094067) + 110 x sin(6028.9970335) + 62 x sin(17545.4212315) + 60 x sin(1008.283498) + 56 x sin(2540.52979) + 47 x sin(8935.3145335) + 42 x sin(246.965536) + 40 x sin(893.5297435) + 37 x sin(8062.417281) + 35 x sin(8569.5868235) + 23 x sin(1504.507127)]/1000000
Koreksi Argumen Planet = -0.0006972985130574245
LANGKAH 14
Menentukan Nilai Koreksi Bulan Purnama
Koreksi Bulan Purnama = [–40614 x sin(M’) + 17302 x E x sin(M) + 1614 x sin(2 x M’) + 1043 x sin(2 x F) + 734 x E x sin(M’ – M) – 515 x E x sin(M’ + M) + 209 x E x E x sin(2 x M) – 111 x sin(M’ – 2 x F) – 57 x sin(M’ + 2 x F) + 56 x E x sin(2 x M’ + M) – 42 x sin(3 x M’) + 42 x E x sin(M + 2 x F) + 38 x E x sin(M – 2 x F) – 24 x E x sin(2 x M’ – M) – 17 x sin(Omega) – 7 x sin(M’ + 2 x M) + 4 x sin(2 x (M’ – F)) + 4 x sin(3 x M) + 3 x sin(M’ + M – 2 x F) +3 x sin(2 x (M’ + F)) – 3 x sin(M’ + M + 2 x F) + 3 x sin(M’ – M + 2 x F) – 2 x sin(M’ – M – 2 x F) – 2 x sin(3 x M’ + M) + 2 x sin(4 x M’)]/100000.
Contoh:
Koreksi Bulan Purnama = [–40614 x sin(170.79441781727655) + 17302 x 0.01671022 x sin(145.45235776386835) + 1614 x sin(2 x 170.79441781727655) + 1043 x sin(2 x 274.6300585221179) + 734 x 0.01671022 x sin(170.79441781727655 – 145.45235776386835) – 515 x 0.01671022 x sin(170.79441781727655 + 145.45235776386835) + 209 x 0.01671022^2 x sin(2 x 145.45235776386835) – 111 x sin(170.79441781727655 – 2 x 274.6300585221179) – 57 x sin(170.79441781727655 + 2 x 274.6300585221179) + 56 x 0.01671022 x sin(2 x 170.79441781727655 + 145.45235776386835) – 42 x sin(3 x 170.79441781727655) + 42 x 0.01671022 x sin(145.45235776386835 + 2 x 274.6300585221179) + 38 x 0.01671022 x sin(145.45235776386835 – 2 x 274.6300585221179) – 24 x 0.01671022 x sin(2 x 170.79441781727655 – 145.45235776386835) – 17 x sin(334.2084755224587) – 7 x sin(170.79441781727655 + 2 x 145.45235776386835) + 4 x sin(2 x (170.79441781727655 – 274.6300585221179)) + 4 x sin(3 x 145.45235776386835) + 3 x sin(170.79441781727655 + 145.45235776386835 – 2 x 274.6300585221179) + 3 x sin(2 x (170.79441781727655 + 274.6300585221179)) – 3 x sin(170.79441781727655 + 145.45235776386835 + 2 x 274.6300585221179) + 3 x sin(170.79441781727655 – 145.45235776386835 + 2 x 274.6300585221179) – 2 x sin(170.79441781727655 – 145.45235776386835 – 2 x 274.6300585221179) – 2 x sin(3 x 170.79441781727655 + 145.45235776386835) + 2 x sin(4 x 170.79441781727655)]/100000
Koreksi Bulan Purnama = 0.03136102071358993
LANGKAH 15
Menghitung Julian Day Ephemeris Koreksi dengan Menjumlahkan JDE dengan Koreksi Koreksi Argumen Planet dan Koreksi Bulan Purnama
Jumlahkan JDE yang telah dihitung pada Langkah 6 dengan koreksi-koreksi Argumen Planet (Langkah 13) dan juga Koreksi Bulan Purnama (Langkah 14) dengan rumus:
JDEK = JDE + Koreksi Koreksi Argumen Planet + Koreksi Bulan Purnama
Contoh:
JDEK = 2461191.8349198187+ -0.0006972985130574245 + 0.03136102071358993
JDEK = 2461191.865583541 JD
LANGKAH 16
Menghitung Delta T (DeltaT) atau ΔT
Sebelum menghitung Delta T (DeltaT), ada baiknya mengetahui apa itu Delta T dan mengapa menjadi faktor penting yang menentukan perhitungan waktu Detik-detik Waisak selain faktor lain seperti 14 Argumen Planet (Langkah 13).
DeltaT (Delta T) adalah singkatan dari “Delta Terrestrial Time”, yang merupakan perbedaan antara waktu atom dan waktu yang diukur berdasarkan rotasi Bumi.
Waktu atom diukur berdasarkan osilasi atom-atom tertentu, sementara rotasi bumi diukur berdasarkan rotasi Bumi itu sendiri. Karena rotasi bumi tidak konstan (tidak tetap) dan mengalami perubahan dalam waktu yang lama, maka waktu yang diukur berdasarkan rotasi bumi mengalami perbedaan atau selisih dengan waktu atom.
DeltaT didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu atom (Universal Time Coordinate atau UTC) dan waktu yang diukur berdasarkan rotasi Bumi (Universal Time atau UT1). DeltaT dinyatakan dalam satuan waktu seperti detik atau hari.
Karena rotasi Bumi mengalami perubahan yang lambat dan tidak teratur, maka nilai DeltaT juga berubah-ubah dan diperbarui secara berkala untuk memastikan konsistensi dan keakuratan pengukuran waktu. DeltaT adalah faktor penting dalam pengukuran waktu astronomi, navigasi, dan sejumlah aplikasi lainnya.
Dengan rotasi Bumi yang melambat sejak awal, kita tidak dapat memprediksi secara tepat berapa banyak pelambatan yang akan terjadi di masa depan.
Kita dapat mengamati jumlah pelambatan tersebut kapan pun kita mau, dan mencatat pengamatan tersebut dari waktu ke waktu untuk menghasilkan sebuah grafik, lalu mengembangkan model untuk mengekstrapolasinya – tetapi karena kita berhadapan dengan sistem yang terus berubah, kita tidak dapat yakin 100% tren pelambatan rotasi Bumi yang telah kita lihat secara historis akan berlanjut dengan laju yang sama di masa mendatang. Sekali lagi, kita dapat memprediksi apa yang kita pikirkan, tetapi sampai kita mengukurnya, kita tidak dapat memastikannya.
Untuk itu, nilai DeltaT juga tidak dapat dihitung dengan rumus yang permanen, tetapi dengan rumus yang juga berubah-ubah. Meskipun telah ada tabel-tabel berisi nilai DeltaT untuk tahun-tahun mendatang, itu tidak menjamin bahwa perhitungannya akan seakurat dengan yang sebenarnya terjadi.
Dan karena perhitungan waktu Detik-detik Waisak yang juga memerlukan nilai DeltaT, maka metode perhitungan waktu Detik-detik Waisak juga rentan terhadap perubahan.
Untuk itu, sebagai catatan penting, meskipun di luar sana telah ada daftar kapan waktu Detik-detik Waisak akan terjadi, namun waktu yang disajikan tidak bisa diyakini sebagai sesuatu yang 100% akurat benar karena sifatnya hanya prediksi.
Kita dapat dengan mudah membandingkan waktu Detik-detik Waisak yang dasarnya adalah waktu fase Bulan Purnama menggunakan beberapa perangkat lunak atau aplikasi. Kita pasti akan menemukan perbedaan di antara perangkat lunak atau aplikasi tersebut, baik dengan perbedaan selisih beberapa detik hingga sampai antara satu hingga dua menit. Ini semua tergantung dari rumus algoritma astronomi yang digunakan, proses pengolahan data oleh masing-masing perangkat, dan faktor-faktor lainnya seperti nilai DeltaT.
Rumus DeltaT
Ada banyak rumus untuk menentukan nilai DeltaT untuk selang beberapa tahun.12 Kita juga dapat langsung menentukan prediksi nilai DeltaT dari table-tabel yang beredar di internet.13
Pembahasan kali ini akan memilih 3 rumus sebagai perbandingan. Rumus untuk antara tahun 2005 hingga 2050 (ada 2 jenis) dan rumus untuk tahun 2150 (Rumus 3).
Perbedaan rumus 1 dan 2 terletak pada penentuan Tahun Pecahan. Setiap hasil perhitungan dalam satuan detik dan kemudian dikonversi ke satuan hari dengan rumus:
DeltaT Konversi = DeltaT / (24 x 60 x 60)
Rumus 1
DeltaT = 62.92 + 0.32217 x (TP – 2000) + 0.005589 x (TP – 2000) x (TP – 2000)
TP = Tahun Pecahan (lihat Langkah 2)
Rumus 2 (dari NASA)
DeltaT = 62.92 + 0.32217 x u + 0.005589 x (u x u)
u = Tahun Pecahan – 2000
Tahun Pecahan = Tahun + (5 – 0.5)/12
Catatan: rumus ini hanya berlaku untuk tahun 2005 hingga 2050 untuk menjaga keakuratan karena adanya perubahan dari DeltaT itu sendiri. Rumus yang digunakan untuk tahun 2051 hingga 2150 adalah:
ΔT = -20 + 32 x ((y-1820)/100) x ((y-1820)/100) – 0.5628 x (2150 – y)
Rumus 3
DeltaT = -20 + 32 x (t x t)
t = (Tahun – 1820) / 100
Contoh:
Rumus 1
DeltaT = 62.92 + 0.32217 x (TP – 2000) + 0.005589 x (TP – 2000) x (TP – 2000)
DeltaT = 62.92 + 0.32217 x (2026.3890410958904 – 2000) + 0.005589 x (2026.3890410958904 – 2000) x (2026.3890410958904 – 2000)
DeltaT = 75.31383351725279 detik
DeltaT = 0.0008716878879311665 hari
Rumus 2 (dari NASA)
DeltaT = 62.92 + 0.32217 x u + 0.005589 x (u x u)
u = Tahun Pecahan – 2000
Tahun Pecahan = Tahun + (5 – 0.5)/12
Tahun Pecahan = 2026 + (5 – 0.5)/12
Tahun Pecahan = 2026.375
u = 2026.375 – 2000
u = 26.375
DeltaT = 62.92 + 0.32217 x 26.375 + 0.005589 x (26.375u x 26.375)
DeltaT = 75.305169203125 detik
DeltaT = 0.0008715876065176505 hari
Rumus 3
DeltaT = -20 + 32 x (t x t)
t = (Tahun – 1820) / 100
t = (2026 – 1820) / 100
t = 2.06
DeltaT = -20 + 32 x (2.06 x 2.06)
DeltaT = 115.7952 detik
DeltaT = 0.0013402222222222222 hari
DeltaT dari Tabel
Menurut table-tabel prediksi DeltaT untuk Mei 2026 adalah 75, dan dikonversikan ke dalam hari menjadi 0.0008680555555555555 hari.
LANGKAH 17
Menentukan Julian Day Ephemeris Akhir (JDEA)
Pada Langkah 6 sudah ditemukan jam dari Detik-detik Waisak namun belum secara akurat dalam menit dan detik. Namun setelah melakukan beberapa langkah koreksi dari 14 Argument Planet dan DeltaT, Detik-detik Waisak sudah mulai dapat ditentukan.
JDEA = JDEK – DeltaT
Karena kita menggunakan 3 buah rumus DeltaT (ditambah 1 dari tabel), maka kita memiliki 4 nilai JDEA.
JDEA1 = 2461191.865583541 – 0.0008716878879311665 hari
JDEA1 = 2461191.864711853 JD
JDEA2 = 2461191.865583541 – 0.0008715876065176505 hari
JDEA2 = 2461191.8647119533 JD
JDEA3 = 2461191.865583541 – 0.0013402222222222222 hari
JDEA3 = 2461191.864243319 JD
JDEA4 = 2461191.865583541 – 0.0008680555555555555 hari
JDEA4 = 2461191.8647154854 JD
LANGKAH 18
Mengonversikan JDEA ke Tanggal Masehi
Untuk mempermudah, kita dapat menggunakan aplikasi atau kalkulator dalam jaringan yang mengonversi Julian Date ke dalam penanggalan Masehi dan dalam waktu UTC (Universal Time Coordinated).14
Dari hasil konversi ditemukan:
JDEA1 = 31 Mei 2026 pukul 08:45:11
JDEA2 = 31 Mei 2026 pukul 08:45:11
JDEA3 = 31 Mei 2026 pukul 08:44:31
JDEA4 = 31 Mei 2026 pukul 08:45:11
LANGKAH 19
Mengonversikan Waktu UTC ke WIB
Untuk mengonversi waktu UTC ke WIB cukup menambahkan 7 jam ke waktu UTC atau 8 jam untuk WITA atau 9 jam untuk WIT. Dengan demikian didapat:
JDEA1 = 31 Mei 2026 pukul 15:45:11 WIB
JDEA2 = 31 Mei 2026 pukul 15:45:11 WIB
JDEA3 = 31 Mei 2026 pukul 15:44:31 WIB
JDEA4 = 31 Mei 2026 pukul 15:45:11 WIB
Dengan demikian kita telah menemukan empat waktu Detik-detik Waisak berdasarkan empat DeltaT yang berbeda.
Dari hasil dapat dilihat bahwa menggunakan rumus DeltaT ke-1 dan ke-2 (JDEA1 dan JDEA2) tidak mengalami perbedaan, meskipun menggunakan rumus Tahun Pecahan yang berbeda.
Begitu juga dengan JDEA4 yang menggunakan DeltaT langsung dari tabel yang sudah ada, memiliki nilai yang sama dengan pengunaan rumus DeltaT ke-1 dan ke-2. Ini menandakan kemungkinan penentuan nilai pada tebel-tabel prediksi DeltaT menggunakan rumus DeltaT yang sama dengan rumus DeltaT ke-1 atau ke-2.
JDEA3 memiliki hasil yang berbeda karena menggunakan rumus DeltaT yang sangat berbeda dengan JDEA1 dan JDEA2.
LANGKAH 20
Membandingkan dengan Sumber Lain
Sebagai perbandingan dapat digunakan situs-situs web, aplikasi-aplikasi, software dan juga buku yang menampilkan kalender fase Bulan Purnama.
Contoh:
Waktu Detik-detik Waisak atau fase puncak Bulan Purnama pada 31 Mei 2026 dari hasil perhitungan adalah: pukul 15.45.11 WIB. Sedangkan dari beberapa sumber lainnya sebagai berikut:
Sumber | Waktu | Keterangan |
Situs Web US Navy15 | 15.45 | Tanpa detik |
Situs Web Time and Date | 15.45 | Tanpa detik |
Situs Web Almanac.com | 15.46 | Tanpa detik |
Situs Web Stellafane | 15.43.47 | |
Situs Web dan Aplikasi Android MoonCalc.org | 15.46.06 | |
Aplikasi Android Moon phase Calendr probadoSoft | 15.45 | Tanpa detik |
Aplikasi Android Sun & Moon Calendar AMA – Jamry v4.4.7 | 15.46.46 | |
Software QuickPhase Pro | 15.46.28 | |
Buku Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026 | 15.44.44 | |
Buku Astronomical Tables of the Sun, Moon, and Planets – Jean Meeus, 1998 | 15.46.21 | |
Buku Six Millennium Catalog of Phases of the Moon – Fred Espenak16 | 15.45 | Tanpa detik |
Dalam perbandingan di atas dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan pada perhitungan jam, tetapi terjadi perbedaan dalam perhitungan menit dan detik, maksimal selama sekitar 2 menit. Bahkan banyak sumber yang tidak mencantumkan perhitungan detiknya, hal ini dikarenakan adanya faktor ketidakpastian pada DeltaT (ΔT) yang memengaruhi prediksi berskala detik. Selain itu, detik juga tidak menjadi faktor yang penting dalam sebuah aktivitas karena waktunya yang sangat singkat.
Detik-detik Waisak yang ditampilkan pada Buku Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026 karya Herman S. Endro yang menjadi acuan Detik-detik Waisak beberapa puluh tahun belakangan ini tampaknya juga menujukkan perbedaan dengan sumber-sumber lain.
Kesimpulan
Detik-detik Waisak menjadi tradisi khas umat Buddha di Indonesia. Dari sudut ilmu astronomi (ilmu perbintangan) modern, Detik-detik Waisak adalah saat Bulan terlihat dalam fase 100% bundar sempurna (Bulan Purnama) dan dalam kondisi puncak penerangan penuh dengan tingkat kecerahan (iluminasi) 99% hingga 100%. Hal ini terjadi ketika posisi Bumi terletak sejajar di antara Matahari dan Bulan.
Singkatnya, Detik-detik Waisak tidak lain adalah saat tibanya fase puncak Bulan Purnama yang ditetapkan dalam hitungan jam, menit dan detik.
Penentuan Detik-detik Waisak berdasarkan gabungan antara kalender lunisolar tradisional India kuno dengan ilmu astronomi modern. Perhitungannya diawali dengan menentukan tanggal tibanya Hari Waisak di Indonesia dengan berpedoman pada kesepakatan yang telah dibuat oleh para pemimpin majelis-majelis Agama Buddha di Indonesia.
Dalam proses perhitungannya, Detik-detik Waisak dihitung menggunakan rumus atau formula yang berlaku untuk menghitung fase puncak Bulan Purnama dalam ilmu astronomi modern, salah satunya adalah rumus yang dikembangkan oleh Jean Meeus, seorang meteorolog dan astronom berkebangsaan Belgia.
Hasil akhir dari perhitungan fase puncak Bulan Purnama dapat berbeda-beda tergantung rumus dan alat yang digunakan dalam proses perhitungan tersebut.
Banyaknya faktor perhitungan seperti 14 Koreksi Argumen Planet, Eksentrisitas Orbit Bumi, Anomali Matahari, dan seterusnya, membuktikan ajaran Buddha bahwa kemunculan sesuatu di dunia ini, termasuk fase Bulan Purnama, disebabkan oleh banyak sebab atau faktor. Dan faktor ketidakpastian yang terdapat pada DeltaT (ΔT) menunjukkan bahwa segala sesuatu itu tidak tetap atau tidak permanen.
Dengan adanya faktor-faktor pembentuk (Pali: saṅkhāra; Skt: saṃskāra) dan juga ketidaktetapan (Pali: anicca; Skr: anitya) dari apa yang disebut dengan fase Bulan Purnama, maka seperti itulah Detik-detik Waisak itu sendiri, yaitu tidak pasti dan dapat berubah.
Detik-detik Waisak bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk mempersatukan keberagaman tradisi umat Buddha di Indonesia, namun bukanlah sesuatu yang esensial karena sifatnya yang hanya prediksi semata. Perbedaan dalam hasil perhitungan dari apa yang sifatnya prediksi adalah suatu kewajaran mengingat memang ada faktor ketidakpastian.
Untuk itu tidak perlu bersikap kaku dalam mengadopsi suatu daftar perhitungan dari fase puncak Bulan Purnama atau Detik-detik Waisak yang beredar, karena sekali lagi, ini semua hanyalah sebuah perhitungan prediksi. Begitu juga dengan tulisan dan perhitungan di sini yang terbuka untuk dikritik dan diperbaiki.
– Evam –
Catatan:
- Juangari, Edij. 1999. Menabur Benih Dharma Di Nusantara – Riwayat Singkat Bhikkhu Ashin Jinarakkhita. Cetakan Ke-2. Bandung. Halaman 21 dan 46. ↩︎
- Endro, Herman S. 2021. Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026. Cetakan Ke-3, Yayasan Dhammadiepa Arama. Halaman 88 – 89. ↩︎
- “Tiga Peristiwa Agung” (Hari Trisuci Waisak) yaitu lahirnya Boddhisatta (Calon Buddha) Pangeran Siddhattha Gotama (Sanskerta: Siddhartha Gautama), pencapaian Pencerahan Sempurna Petapa Gotama, dan Parinibbana (kemangkatan mutlak) Buddha Gotama. ↩︎
- World Fellowship of Buddhists (WFB) atau Persaudaraan Buddhis Sedunia di Colombo, Sri Lanka, pada 25 Mei 1950 menetapkan Hari Vesak (Waisak) sebagai Hari Buddha (Buddha Day) dalam Resolusi Spesial No. 2/2/GC 1/2493. ↩︎
- Konferensi Dewan Sangha Sedunia Ke-4 (The Fourth World Buddhist Sangha Council – WBSC) di Bangkok, Thailand, pada 10 Januari 1986 menetapkan Hari Vesak (Waisak) sebagai Hari Buddha (Buddha Day) dalam Resolusi No. RES/5. ↩︎
- Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 15 Desember 1999 menetapkan Hari Vesak PBB yang memperingati kelahiran, pencerahan dan wafatnya Buddha Gotama, dalam resolusi No. A/RES/54/115. ↩︎
- Panchanga atau panchangam (Skt: panchānga), merupakan kalender Brahmanisme yang secara harfiah berarti beranggota tubuh lima, karena ditentukan oleh 5 hal yaitu tithi, nakshatra, yoga, karana, dan vara. Salah satu jenisnya adalah kalender Surya Siddhanta yang diadopsi oleh negara negara Buddhis di Asia Tenggara. ↩︎
- Penambahan bulan sisipan (adhikamasa) dalam sistem Panchanga biasanya berupa penbambahan bulan Citta/Caitra (Maret-April) atau Āsāḷha/Āṣāḍha (Juni-Juli) menjadi 2 bulan, tergantung pada sistem Panchanga yang digunakan. Buddhis di Indonesia menggunakan sistem yang pertama, namun yang bertambah adalah bulan Vesākha/Vaiśākha alih-alih bulan Citta/Caitra. ↩︎
- Penentuan tanggal Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh dapat dilihat di Kalender Tionghoa (Imlek) seperti di https://calendar-yearly.com/. ↩︎
- Meeus Jean. 1998. Astronomical Algorithm. Second Edition, Willman-Bell, Inc. United States of America. Halaman 349. ↩︎
- Endro, Herman S. 2021. Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026. Cetakan Ke-3, Yayasan Dhammadiepa Arama. Halaman 104. ↩︎
- https://eclipse.gsfc.nasa.gov/SEhelp/deltatpoly2004.html. ↩︎
- https://maia.usno.navy.mil/ser7/deltat.preds ↩︎
- https://ssd.jpl.nasa.gov/tools/jdc/#/jd ↩︎
- https://aa.usno.navy.mil/data/MoonPhases ↩︎
- http://astropixels.com/ephemeris/phasescat/phasescat.html ↩︎
Tabel 1. Nama-nama bulan dalam kalender Buddhis berdasarkan kalender Surya Siddhanta
Bulan Ke- | Pali | Sanskerta | Gregorius (perkiraan) |
1 | Citta | Caitra | akhir Maret – akhir April |
2 | Vesākha | Vaiśākha | akhir April – akhir Mei |
3 | Jeṭṭha | Jyaiṣṭha | akhir Mei – akhir Juni |
4 | Āsāḷha | Āṣāḍha | akhir Juni – akhir Juli |
5 | Sāvaṇa | Śrāvaṇa | akhir Juli – akhir Agustus |
6 | Poṭṭhapāda | Proṣṭhapāda | akhir Agustus – akhir September |
7 | Assayuja | Āśvina | akhir September – akhir Oktober |
8 | Kattika | Kārtika | akhir Oktober – akhir November |
9 | Māgasira | Mārgaśirṣa | akhir November – akhir Desember |
10 | Phussa | Pauṣa | akhir Desember – akhir Januari |
11 | Māgha | Māgha | akhir Januari – akhir Februari |
12 | Phagguṇa | Phālguna | akhir Februari – akhir Maret |
Tabel 2. Patokan Siklus 19 Tahunan dengan Metode 3-3-3-2-3-3-2
Tabel 2 berikut merupakan patokan yang digunakan untuk menentukan Hari Raya Waisak berdasarkan siklus 19 tahunan dengan metode 3-3-3-2-3-3-2.
Metode Jumlah Tahun | Daur Tahun 1 | Tahun | Tahun Kabisat Lunar Berekstra 1 bulan |
3 tahun | Tahun ke- 1-3 | 2005 – 2006 – 2007 | 2007 |
3 tahun | Tahun ke- 4-6 | 2008 – 2009 – 2010 | 2010 |
3 tahun | Tahun ke- 7-9 | 2011 – 2012 – 2013 | 2013 |
2 tahun | Tahun ke- 10-11 | 2014 – 2015 | 2015 |
3 tahun | Tahun ke- 12-14 | 2016 – 2017 – 2018 | 2018 |
3 tahun | Tahun ke- 15-17 | 2019 – 2020 – 2021 | 2021 |
2 tahun | Tahun ke- 18-19 | 2022 – 2023 | 2023 |
Metode Jumlah Tahun | Daur Tahun II | Tahun | Tahun Kabisat Berekstra 1 bulan |
3 tahun | Tahun ke- 1-3 | 2024 – 2025 – 2026 | 2026 |
3 tahun | Tahun ke- 4-6 | 2027 – 2028 – 2029 | 2029 |
3 tahun | Tahun ke- 7-9 | 2030 – 2031 – 2032 | 2032 |
2 tahun | Tahun ke- 10-11 | 2033 – 2034 | 2034 |
3 tahun | Tahun ke- 12-14 | 2035 – 2036 – 2037 | 2037 |
3 tahun | Tahun ke- 15-17 | 2038 – 2039 – 2040 | 2040 |
2 tahun | Tahun ke- 18-19 | 2041 – 2042 | 2042 |
Metode Jumlah Tahun | Daur Tahun III | Tahun | Tahun Kabisat Berekstra 1 bulan |
3 tahun | Tahun ke- 1-3 | 2043 – 2044 – 2045 | 2045 |
3 tahun | Tahun ke- 4-6 | 2046 – 2047 – 2048 | 2048 |
3 tahun | Tahun ke- 7-9 | 2049 – 2050 – 2051 | 2051 |
2 tahun | Tahun ke- 10-11 | 2052 – 2053 | 2053 |
3 tahun | Tahun ke- 12-14 | 2054 – 2055 – 2056 | 2056 |
3 tahun | Tahun ke- 15-17 | 2057 – 2058 – 2059 | 2059 |
2 tahun | Tahun ke- 18-19 | 2060 – 2061 | 2061 |
Metode Jumlah Tahun | Daur Tahun IV | Tahun | Tahun Kabisat Berekstra 1 bulan |
3 tahun | Tahun ke- 1-3 | 2062 – 2063 – 2064 | 2064 |
3 tahun | Tahun ke- 4-6 | 2065 – 2066 – 2067 | 2067 |
3 tahun | Tahun ke- 7-9 | 2068 – 2069 – 2070 | 2070 |
2 tahun | Tahun ke- 10-11 | 2071 – 2072 | 2072 |
3 tahun | Tahun ke- 12-14 | 2073 – 2074 – 2075 | 2075 |
3 tahun | Tahun ke- 15-17 | 2076 – 2077 – 2078 | 2078 |
2 tahun | Tahun ke- 18-19 | 2079 – 2080 | 2080 |
Tabel 3. Daftar Tanggal Hari Raya Waisak dan Detik-detik Waisak dari tahun 2026 hingga 2056
Waktu yang ditampilkan dalam Tabel 3 adalah Waktu Indonesia Barat dan berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Algoritma Jean Meeus dengan ΔT Rumus 2. (NASA) yang berlaku hingga tahun 2050.
EB merupakan singkatan dari Era Buddhis atau disebut juga Tahun Buddhis (TB).
Tahun | EB | Hari | Tanggal | Waktu | Keterangan |
2026 | 2570 | Minggu | 31 Mei 2026 | 15.45.11 | |
2027 | 2571 | Kamis | 20 Mei 2027 | 17.58.50 | |
2028 | 2572 | Selasa | 9 Mei 2028 | 02.48.45 | Tahun Kabisat |
2029 | 2573 | Senin | 28 Mei 2029 | 01.37.23 | |
2030 | 2574 | Jumat | 17 Mei 2030 | 18:19:02 | |
2031 | 2575 | Rabu | 7 Mei 2031 | 10.39.48 | |
2032 | 2576 | Selasa | 25 Mei 2032 | 09.37.07 | Tahun Kabisat |
2033 | 2577 | Sabtu | 14 Mei 2033 | 17.42.42 | |
2034 | 2578 | Jumat | 2 Juni 2034 | 10.53.51 | |
2035 | 2579 | Selasa | 22 Mei 2035 | 11.25.37 | |
2036 | 2580 | Sabtu | 10 Mei 2036 | 15.09.24 | Tahun Kabisat |
2037 | 2581 | Jumat | 29 Mei 2037 | 11.23.58 | |
2038 | 2582 | Rabu | 19 Mei 2038 | 01.23.20 | |
2039 | 2583 | Minggu | 8 Mei 2039 | 18.19.53 | |
2040 | 2584 | Sabtu | 26 Mei 2040 | 18.46.55 | Tahun Kabisat |
2041 | 2585 | Kamis | 16 Mei 2041 | 07.52.11 | |
2042 | 2586 | Rabu | 4 Juni 2042 | 03.48.05 | Tahun ke-19 Daur Tahun. Ada perbedaan jatuhnya Vesak. Berdasarkan metode perhitungan lain Vesak jatuh pada 5 Mei 2042 pukul 13.48.21. |
2043 | 2587 | Minggu | 24 Mei 2043 | 06.36.40 | |
2044 | 2588 | Kamis | 12 Mei 2044 | 07.16.26 | Tahun Kabisat |
2045 | 2589 | Rabu | 31 Mei 2045 | 00.52.10 | |
2046 | 2590 | Minggu | 20 Mei 2046 | 10.14.56 | |
2047 | 2591 | Jumat | 10 Mei 2047 | 01.24.11 | |
2048 | 2592 | Kamis | 28 Mei 2048 | 01.57.02 | Tahun Kabisat |
2049 | 2593 | Senin | 17 Mei 2049 | 18.13.26 | |
2050 | 2594 | Sabtu | 7 Mei 2050 | 05.25.49 | |
2051 | 2595 | Jumat | 26 Mei 2051 | 00.34.45 | Awal Perubahan rumus ΔT |
2052 | 2596 | Selasa | 14 Mei 2052 | 01.59.36 | Tahun Kabisat |
2053 | 2597 | Minggu | 1 Juni 2053 | 18.01.56 | |
2054 | 2598 | Kamis | 21 Mei 2054 | 22.16.00 | |
2055 | 2599 | Selasa | 11 Mei 2055 | 09.31.27 | |
2056 | 2600 | Senin | 29 Mei 2056 | 08.57.42 | Tahun Kabisat |
Tebel 4. Jadwal Awal dan Akhir Bulan Vesākha (Waisak) dari tahun 2026 hingga 2056
Jadwal bulan Vesākha di bawah ini adalah bulan Vesākha di mana Hari Raya Waisak tiba. Pada tahun 2042 terdapat penambahan bulan Vesākha karena merupakan tahun ke-19 Daur Tahun, sehingga yang diambil adalah bulan Vesākha Ke-2. Bulan Vesākha Ke-1 tahun 2042 jatuh pada 20 April -18 Mei 2042.
Tahun | EB | Awal Bulan | Akhir Bulan | Keterangan |
2026 | 2570 | 17 Mei | 14 Juni | |
2027 | 2571 | 6 Mei | 4 Juni | |
2028 | 2572 | 25 April | 23 Mei | |
2029 | 2573 | 13 Mei | 11 Juni | |
2030 | 2574 | 2 Mei | 31 Mei | |
2031 | 2575 | 21 April | 20 Mei | |
2032 | 2576 | 9 Mei | 7 Juni | |
2033 | 2577 | 29 April | 27 Mei | |
2034 | 2578 | 18 Mei | 15 Juni | |
2035 | 2579 | 8 Mei | 5 Juni | |
2036 | 2580 | 26 April | 25 Mei | |
2037 | 2581 | 15 Mei | 13 Juni | |
2038 | 2582 | 4 Mei | 2 Juni | |
2039 | 2583 | 23 April | 22 Mei | |
2040 | 2584 | 11 Mei | 9 Juni | |
2041 | 2585 | 30 April | 29 Mei | |
2042 | 2586 | 19 Mei | 17 Juni | Bulan Vesākha Ke-2 |
2043 | 2587 | 9 Mei | 6 Juni | |
2044 | 2588 | 28 April | 26 Mei | |
2045 | 2589 | 17 Mei | 14 Juni | |
2046 | 2590 | 6 Mei | 3 Juni | |
2047 | 2591 | 25 April | 24 Mei | |
2048 | 2592 | 13 Mei | 10 Juni | |
2049 | 2593 | 2 Mei | 30 Mei | |
2050 | 2594 | 21 April | 20 Mei | |
2051 | 2595 | 10 Mei | 8 Juni | |
2052 | 2596 | 29 April | 27 Mei | |
2053 | 2597 | 18 Mei | 15 Juni | |
2054 | 2598 | 8 Mei | 5 Juni | |
2055 | 2599 | 27 April | 25 Mei | |
2056 | 2600 | 14 Mei | 12 Juni |
Penulis: Atimus
Disusun oleh: Bhagavant.com