Rangkuman Sejarah Perkembangan Buddhisme di Indonesia

PENUTUP

Perkembangan Buddhisme di Indonesia Zaman Kerajaan

Buddhisme atau Agama Buddha merupakan salah satu agama yang sejak lama telah dianut oleh sebagian besar masyarakat Nusantara. Jaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan jaman keemasan bagi Buddhisme. Keberadaan Buddhisme di Nusantara (Indonesia) dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan sejarah berupa prasasti-prasasti dan bangunan-bangunan berupa candi serta literatur-literatur asing khususnya yang berasal dari Tiongkok.

Tradisi atau aliran Agama Buddha yang dianut oleh masyarakat Nusantara pada awalnya adalah non-Mahayana, namun untuk perkembangan selanjutnya Mahayana dan Tantrayana menjadi lebih populer di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peninggalan sejarah yang memiliki nilai filsafat Mahayana dan Tantrayana.

Dari peninggalan sejarah juga dapat dilihat bahwa telah terjadi sinkretisasi antara agama Hindu-Shiva dengan Buddhisme Mahayana di Indonesia.

Setelah mengalami dua masa kejayaan, yaitu masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit, akhirnya Buddhisme di Indonesia mengalami kemunduran setelah jatuhnya Kerajaan Majapahit.

Namun setelah melalui empat jaman, setelah 500 tahun kemudian semenjak wafatnya Raja Brawijaya V pada tahun 1478 yang secara tradisi dianggap sebagai tahun runtuhnya Kerajaan Mahapahit (berdasarkan sejarah runtuh pada tahun 1527), Agama Buddha mulai bangkit kembali dari tidurnya.

Perjalanan kebangkitan kembali dan perkembangan Agama Buddha yang dimulai pada jaman penjajahan hingga sekarang melalui jalan yang berliku-liku. Berbagai permasalahan muncul silih berganti.

Pada jaman penjajahan, perkembangan Agama Buddha menghadapi kendala berupa minimnya tokoh-tokoh yang memahami Buddha Dharma dan menghadapi agresifitas para misionaris agama lain. Pada masa kemerdekaan dan Orde Lama, perkembangan Agama Buddha diwarnai oleh perbedaan pendapat dan pandangan di kalangan pimpinan umat Buddha sehingga menimbulkan gejolak di sana-sini hingga didirikannya beragam organisasi Buddhis baru. Selain itu, sikap pemerintah yang belum mengakui Agama Buddha sebagai agama resmi, telah mempersempit gerak perkembangan Agama Buddha. Namun pada masa ini lahirlah Sangha Indonesia sebagai pengayom umat Buddha.

Agama Buddha menjadi salah satu agama yang resmi mewarnai perkembangan Agama Buddha pada era Orde Baru. Selain itu, terbentuknya Wadah Tunggal WALUBI serta kemelut dalam organisasi juga terjadi pada masa ini. Alih-alih mempersatukan seluruh umat Buddha seluruh Indonesia, tidak begitu lama, kehadiran WALUBI menimbulkan kemelut dan perpecahan dikalangan umat Buddha yang disebabkan adanya prasangka, kesalahpahaman, serta pemaksaan kepentingan pribadi dari beberapa oknum anggota pengurus WALUBI.

Pembubaran WALUBI-Lama dan mendirikan WALUBI-Baru dengan maksud mengubur permasalahan yang ada, nampaknya tidak memberikan dampak yang baik. Meskipun demikian, terdapat sisi terang dari kemelut yang terjadi. Setidaknya umat Buddha akhirnya memiliki Lembaga Sangha yaitu KASI yang dapat duduk sejajar dengan lembaga-lembaga ulama dalam agama lain.

Akhirnya, melalui sejarah, generasi muda Buddhis akan mengingat dan mencatat bahwa dalam perkembangan Agama Buddha di Indonesia, pernah terjadi konflik-konflik yang terjadi dalam tubuh organisasi Agama Buddha. Hal ini merupakan sebuah peristiwa kelam yang terjadi dalam perkembangan Agama Buddha di Indonesia. Peristiwa kelam ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila setiap anggota organisasi tidak mengedepankan dan menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Generasi muda Buddhis juga diharapkan dapat mengedepankan kepentingan bersama, saling memahami serta selalu merujuk pada Dharma dan Vinaya yang telah dibabarkan oleh Buddha Gautama (Pali: Gotama).

Seperti yang tertuang dalam Dhammapada 194: ”Kelahiran Buddha merupakan sebab kebahagiaan. Pembabaran Ajaran Benar merupakan sebab kebahagiaan. Persatuan Sangha merupakan sebab kebahagiaan. Usaha perjuangan mereka yang telah bersatu merupakan sebab kebahagiaan.

Dalam era informasi atau era digital, dengan berkembangnya media komuniasi seperti internet, juga ikut memengaruhi perkembangan Agama Buddha di Indonesia maupun di dunia. Seperti sebuah pisau yang dapat digunakan untuk keperluan memotong sayur dan dapat digunakan untuk tindakan kejahatan, media komunikasi yang di dalamnya terdapat media-media sosial juga dapat dimanfaatkan untuk penyebaran Dhamma atau justru sebaliknya dapat menjauhkan seseorang dari Dhamma jika tidak diarahkah dengan benar.

Perkembangan pesat teknologi dan media komunikasi menuntut umat Buddhis Indonesia untuk tidak gagap teknologi informasi khususnya situs-situs media sosial yang berkembang. Dengan menguasai teknologi dan informatika umat Buddhis Indonesia dapat berperan dalam menyebarkan Dhamma demi kebahagiaan semua.

Evam.

DAFTAR ISI

Pendahuluan

Buddhisme di Indonesia Zaman Kerajaan

Buddhisme di Indonesia Zaman Penjajahan

Buddhisme di Indonesia Zaman Kemerdekaan dan Orde Lama

Buddhisme di Indonesia Zaman Orde Baru

Buddhisme di Indonesia Zaman Wadah Tunggal

Buddhisme di Indonesia Zaman Reformasi

Penutup

Disusun oleh: Bhagavant.com

Kepustakaan:

  • Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001.
  • Lydia Kieven, Following the Cap-Figure in Majapahit Temple Reliefs, BRILL, 2013.
  • Merle Calvin Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since C. 1200, Fourth Edition.
  • Ricklefs, M.C., Bruce Lockhart, Albert Lau, Portia Reyes, Maitrii Aung-Thwin, A New History of Southeast Asia, 2010.
  • Tomé Pires, Francisco Rodrigues, The Suma oriental of Tomé Pires books 1-5 , Asian Educational Services, 1990.
  • André Wink, Indo-Islamic society: 14th – 15th centuries.
  • Bhikkhu Dhammasubho Thera, Mengungkap Budaya Buddhisme di Nusantara (2): Pasca Majapahit, Buletin Mahasati – Ringkasan 3: Diskusi Dhamma Edisi 19/10/2002, Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, 2002.
  • Carlo Caldarola, Religions and Societies, Asia and the Middle East, Mouton, 1982.
  • Sumedha Widyadharma, Agama Buddha Dan Perkembangannya Di Indonesia, P.C. MAPANBUDHI, Tangerang, 1995.
  • Ir. Edij Juangari, Menabur Benih Dharma Di Nusantara – Riwayat Singkat Bhikkhu Ashin Jinarakkhita, 1999.
  • G. Dhammapala, Richard Gombrich, K. R. Norman, Buddhist Studies in Honour of Hammalava Saddhātissa. Hammalava Saddhātissa Felicitation Volume Committee, 1984.
  • Wakhid Sugiyarto, Direktori Kasus-Kasus Aliran, Pemikiran, Paham, dan Gerakan Keagamaan di Indonesia, Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2010.
  • Bhiksu Vidya Sasana Sthavira, Jo Priastana, KASI Dalam Lintas Sejarah dan Pergerakan Agama Buddha di Indonesia – Sebuah Catatan Retrospektif dan Prospektif, Tabloid KASI edisi pertama, 1 November 2007.
  • D. S. Marga Singgih, Tridharma dari Masa ke Masa, Bakti, Jakarta, 1999.
  • Eko Legowo, The Revival of The Theravada Higher Learning Institutions in Indonesia, Kertarajasa Buddhist College, Indonesia, 2007.
  • Cornelis Wowor, MA., 30 tahun Pengabdian Sangha Theravada Indonesia – Awal Sangha Theravada Indonesia, 2006.
  • WALUBI, Surat-surat Keputusan Perwalian Umat Buddha Indonesia.
  • Babad Tanah Jawi.
  • Kronik Sam Po Kong, 1929.
  • Serat Darmagandhul.
REKOMENDASIKAN: